Mengkaji Pengajaran Bahasa Inggris di Sekolah Dasar

Dr Drs Djuwari, M.Hum. – Dosen Bahasa Inggris Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP)

PENGAJARAN Bahasa Inggris di Sekolah Dasar (SD) di Indonesia sudah ada di seluruh negeri. Usia anak SD berkisar antara 6 sampai 12 tahun. Ada pula, SD mempersyaratkan mulai masuk usia 7 tahun.

Adapun mata pelajaran Bahasa Inggris sudah diberikan kepada mereka. Namun, selama ini, belum ada kajian secara nasional sejauh mana efektifitas praktik pengajaran dan pembelajaran Bahasa Inggris di SD.

Pada 1993, ada konferensi internasional di IKIP Negeri Padang.  Teachers of English as Foreign Language in Indonesia (TEFLIN), sebuah organisasi, sebagai wadah konferensi tersebut. Adapun IKIP Negeri Padang sebagai tuan rumah (host). Dalam diskusinya, forum ini terbelah menjadi dua kelompok yang berbeda perspektif dalam menanggapi praktik pengajaran Bahasa Inggris di SD.

Kelompok pertama adalah kelompok yang kontra terhadap pegajaran Bahasa Inggris di SD. Mereka berargumen sesuai dengan pandangan mereka. Argumennya terkait usia anak SD.

Menurut mereka, usia anak SD memerlukan perhatian perkembangan jiwanya. Kelompok yang kontra ini, khawatir kalau jiwa anak terpengaruhi jiwa kebarat-baratan. Itu sebabnya, mereka tidak setuju terhadap pengajaran Bahasa Inggris di usia SD.

Selain pengaruh jiwanya, mereka juga berdalih bahwa usia SD masih baru belajar Bahasa Nasional Indonesia. Oleh sebab itu, mereka akan mengalami gangguan belajar Bahasa Indonesia.

Mereka masih banyak menggunakan Bahasa Daerah. Jika mereka belajar bahasa asing, Bahasa Inggris—mereka akan terpengaruh dan tidak bisa menguasai Bahasa Nasional Indonesia.

Kelompok yang kedua adalah kelompok yang pro terhadap pengajaran Bahasa Inggris di SD. Menurut argumen kelompok ini,  pengajaran Bahasa Inggris di usia SD justru lebih baik daripada dimulai di Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Bahkan, jika kita berspekulasi teori pembelahan fungsi otak (lateralization), kita terlambat kalau kita mengajarkan Bahasa Inggris mulai di SD. Dalam teori neololinguistik, ada dua pendapat tentang proses pembelahan fungsi otak manusia (lateralization).

Paul Broca (1824-1880), ahli neurologi, berpendapat bawa proses pembelahan otak manusia dimulai umur 13 tahun. Ini berarti, ana-anak kita sudah lulus SD. Oleh sebab itu, jika manusia belajar Bahasa asing setelah pembelahan fungsi otaknya, maka hasilnya tidak maksimal.

Manusia sudah memisahkan fungsi otak sebelah kiri dan kanan. Fungsi otak kiri (left Hemisphere) untuk menguasai Bahasa. Oleh sebab itu, jika manusia mulai belajar Bahasa asing, hasilnya tidak maksimal dan banyak hambatan (handicap).

Selain itu, ada pendapat lain tentang proses pembelahan fungsi otak. Bahwa, proses pembelahan fungsi otak/ lateralization, dimulai antara pada usia 6 atau 7 tahun (Groen et al., 2012 dan Gaillard et al., 2003). Oleh sebab itu, belajar bahasa asing untuk usia SD pun justru sudah terlambat. Hasilnya tidak bisa  maksimal, jika pengajaran Bahasa asing dimulai sejak usia SD.

Dari pengetahuan tentang proses pembelahan fungsi otak, maka akan lebih baik jika pengajaran Bahasa Inggris dimulai usia dini. Misalnya, di sekolah taman kanak-kanak (TK) atau playgroup. Argumen lain dari kelompok konferensi yang pro terhadap pengajaran Bahasa Inggris di SD juga terkait dengan sejarah.

Justru manusia yang bisa berbahasa asing masih tetap memiliki jiwa nasionalisme yang tinggi. Sebut saja presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno. Dia terkenal sebagai Bapak Nasionalis. Dia memiliki jiwa nasionalisme yang tinggi, dia menguasasi beberapa Bahasa asing termasuk Bahasa Inggris. Namun, bagi kelompok yang pro tersebut juga menyadari bahayanya mengajarkan Bahasa Ingtris di usia dini dan SD. Mereka mempertanyakan sebagai berikut.  Sudah kah, semua terpenuhi untuk mulai pengajaran Bahasa Inggris di usia dini? Misalnya, adakah guru yang mumpuni?

Sudahkah kesiapan peralatan media untuk belajara Bahasa Inggris di usia dini? Pertanyaan tersebut sangat penting karena jika gurunya tidak mumpuni, justru ini akan membahayakan  anak-anak usia dini.

Misalnya, jika ada kesalahan baik ucapan maupun konsep Bahasa terkait tatabahasa (grammar), maka sulit untuk menghapusnya. Jika kesalahan terjadi, maka akan terjadi proses fosilisasi (istilah dalam linguistics: fossilization).

Otak anak terjejali konsep salah dan dibawa sampai dewasa. Di sinilah, masalah rumit pengajaran Bahasa Inggis yang sebenarnya. Jangankan di usia dini dan SD, untuk guru-guru Bahasa Inggris di SMP dan SMA pun masih belum ada bukti terpenuhinya persyaratan yang di pertanyakan oleh kelompok yang pro terhadap pengajaran Bahasa Inggris di SD. Semua sekolah dan guru-guru di usia dini dan SD harus merenungkan pendapat para ahli Bahasa (linguistics) tersebut. (***)