Prof Nuh: Peningkatan Jumlah FK di Indonesia Perlu Memperhatikan Ekstensifikasi dan Intensifikasi

Surabaya – Pada pembukaan Forum Dekan Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (FORDEK AIPKI) 2024, Ketua Yayasan Rumah Sakit Islam Surabaya (Yarsis), Prof. Muhammad Nuh, DEA, menyampaikan bahwa pendidikan dan kesehatan adalah dua hal yang bisa menentukan kemakmuran sebuah negara. Karenanya isu-isu dan masalah keduanya tidak akan pernah habis.

Prof Nuh menegaskan untuk bisa menyelesaikan masalah pendidikan dan kesehatan, peran fakultas kedokteran sangatlah besar. “Permasalahan kesehatan dan pendidikan yang ada jadikanlah sebagai sebuah kesempatan,” ujarnya.

Berkaitan dengan Pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dalam visi misinya berkomitmen untuk menambah jumlah fakultas kedokteran (FK) hingga 300 selama lima tahun ke depan

Hal itu dilakukan untuk menambah jumlah tenaga dokter agar bisa memberikan layanan kesehatan yang baik untuk masyarakat.

“Kalau memperbesar dengan membuka FK besar-besaran itu bahaya. Karena objek utama dari dokter itu adalah manusia. Kalau objeknya manusia maka harus hati-hati karena nanti bisa mengarah ke malpraktik,” kata Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI itu saat pembukaan Forum Dekan Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI) di Auditorium Unusa, Jumat (16/2).

Prof Nuh menyarankan untuk melakukan dua hal yakni ekstensifikasi (memperluas FK) dan intensifikasi (meningkatkan yang sudah ada) dengan tetap berbasis pada kualitas. “Kualitas tidak bisa ditawar demi memenuhi kebutuhan,” tandasnya.

Prof Nuh menjelaskan intensifikasi bisa dilakukan dengan meningkatkan kapasitas FK eksisting. Karena banyak FK eksisting namun memiliki kompetensi yang terbatas. “Ada penguatan kapasitas FK eksisting,” tuturnya.

Selain itu untuk ekstensifikasi juga akan menjadi masalah jika membuka FK hanya sekedar memenuhi jumlah. “Ini yang harus didiskusikan lebih lanjut. Semoga bisa menghasilkan rumusan yang bagus nantinya,” katanya.

Bidang kedokteran, kata Prof Nuh, saat ini akan mengarah pada era Society 5.0. Esensi dari Society 5.0 adalah human center. Di mana ujung penyelesaian ada di manusia sehingga manusia menjadi sasaran utama yang sesuai filosofi di FK.

Prof Nuh mengungkapkan ada framework untuk mengembangkan FK di Indonesia. Yakni dilihat dari kacamata teknologi, value atau nilai, growing health Economics dan pemerintah sebagai influencer.

Ke depan di era Society 5.0 kata Prof Nuh, teknologi juga memiliki peran penting. Adanya kecerdasan buatan (AI) bisa menggantikan kerja manusia di bidang kesehatan. Salah satu contohnya adalah membaca hasil X Ray yang selama ini hanya dilakukan dokter atau radiologis, kini bisa dilakukan robot AI. “Tidak ada yang tidak mungkin,” tuturnya.

Namun yang terpenting adalah adanya inovasi layanan kesehatan. Di antaranya dengan everywhere care, homecare, personaliezed care, wellness preventive care, aging chronic dan end of life care.

“End of life care ini penting juga, bagian dari memuliakan manusia. Ke depan juga nanti satu obat untuk satu pasien, bukan satu obat untuk semua pasien. Jadinya lebih personal,” imbuhnya. (***)