Peduli HIV/AIDS dengan Empathic Love Therapy

Erika Martining Wardani, S.Kep.Ns., M.Ked. Trop -Dosen Fakultas Keperawatan dan Kebidanan

SALAH satu penyakit mematikan yang telah menjadi epidemi internasional sejak pertama kali muncul di dunia adalah HIV-AIDS. HIV adalah virus yang menyerang sel darah putih yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh manusia. Seseorang yang terinfeksi virus HIV tidak dapat melawan berbagai jenis penyakit yang menyerang tubuhnya. HIV dapat menyebabkan AIDS.

Laporan Data UNAIDS pada tahun 2019 menjelaskan bahwa sebanyak kasus baru HIV berdasarkan populasi usia 15 – 49 tahun di Asia Pasifik paling banyak pada LSL (44%) (UNAIDS, 2020b).

Secara nasional pada tahun 2020 Indonesia memiliki hasil estimasi jumlah penduduk sebanyak 271 juta jiwa dimana terdapat 136.1 juta jiwa penduduk laki-laki dan 134.9 juta jiwa penduduk perempuan. Dari jumlah penduduk tersebut, terdapat sebesar 754.300 estimasi ukuran populasi kunci LSL dan 17.9% prevalensi HIV pada LSL di Indonesia dengan persentase kasus HIV positif dengan rentang usia  terbanyak yaitu 25-49 tahun sebesar 66,4% (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2021).

Penemuan Kasus HIV terbanyak tahun 2022 di wilayah kecamatan Wonokromo, Sawahan, Tegalsari, Tambaksari dan Krembangan. Kasus HIV ditemukan paling banyak pada laki-laki sebesar 80,09% dan perilaku seks sesama jenis (homoseksual) ada 44,04% (Detik.com, 2022).

Berdasarkan data yang didapatkan dari Komunitas Peduli Orang HIV/AIDS (KOMPEDA) Surabaya sebanyak 275 positif HIV yang tercatat pada tahun 2022 dan  sebanyak  240  LSL  yang  berstatus  positif  HIV.

Melihat data persebarannya, jelas bahwa penyebaran HIV/AIDS di Kota Surabaya banyak sekali, namun penyebaran HIV/AIDS di masyarakat seperti fenomena gunung es. Masalah yang cenderung terjadi pada ODHA adalah masalah fisik dan masalah psikologis.

Penyebab tekanan psikologis ini dapat meningkatkan depresi pada ODHA. Hal ini terjadi karena masalah fisik dan berdampak langsung pada fungsi kekebalan tubuh yang ditandai dengan menurunnya jumlah sel darah putih atau CD4+ dan kepatuhan terhadap pengobatan ARV.

Pengobatan antiretroviral (ARV) dapat digunakan untuk mengobati ODHA dengan terapi HIV untuk mengurangi keberadaan virus dalam tubuh dan mencegahnya mengembangkan AIDS, sedangkan pasien AIDS memerlukan pengobatan ARV untuk mencegah komplikasi.

LSL dengan HIV cenderung tidak minum obat secara teratur karena efek samping dari ARV yang membuat mereka merasa bosan karena mereka harus minum obat setiap 12 jam selama sisa hidup mereka.

Terapi Empathic  Love (ELT) adalah salah satu  terapi  non-farmakologis  yang  terkait dengan penerimaan diri pada ODHA sebagai tindakan pencegahan untuk mencegah timbulnya gangguan mental yang lebih parah dan gangguan emosional yang sering dialami penderita. ELT adalah metode salah satu intervensi psikologis dengan pendekatan psikologi transpersonal.

Metode ELT merupakan merupakan metode cinta dalam psikosintesis untuk mendamaikan seluruh aspek dalam diri, mengubah pola diri yang bersifat membatasi atau merusak diri, dan menemukan diri sejati yang utuh dan sejalan dengan kehendak Tuhan.

Prinsip terapeutik dan teknik utama dalam psikosintesis adalah disidentification. Secara harafiah prinsip ini adalah tentang disintifikasi dan identifikasi diri, Identifikasi yaitu mengenali pengalaman atau apa yang dirasakan seperti “saya sedang marah”. Sedangkan disidentifikasi adalah memisahkan diri dari pengalaman atas apa yang dirasakan dan bertindak sebagai pengamat terhadap diri yang mengalami “saya memiliki kemarahan tetapi saya bukan kemarahan itu”.

 “I” adalah pusat pemersatu internal yang merupakan pusat kepribadian manusia yang di dalamnya terdapat kesadaran tertinggi dan ketidaksadaran terendah; trauma dan luka-luka, norma-norma budaya dan keluarga, dan kekacauan batin. Assagioli mengungkapkan sifat “I” adalah suatu pengalaman introspeksi atas seluruh kehidupan yang muncul dalam kesadaran. Pada tahap ini, seseorang telah melihat keseluruhan pengalaman hidupnya sebagai sifat dari “I” yang memungkinkan menyadari lebih dalam nilai-nilai, makna, dana rah hidup (Firman & Gilla, 2007 dalam Admila Rosada,dkk, 2021).

“I”adalah sesuatu yang sangat esensial dari manusia dan memiliki dua fungsi yaitu ”kesadaran” dan “kehendak”. Kemampuan untuk melakukakn disidentifikasi dan menyadari prespektif yang baru dari keseluruhan “I” adalah bukan hanya menunjukkan sifat alami dari dari “I” itu sendiri tetapi juga akan menunjukan sifat “kehendak”.

Sebagai contoh pada kasus ketika seorang individu mampu melakukan disidentifikasi dari “Aku yang tidak berharga” menjadi “Aku memiliki ketidakberhargaan dalam diriku, tatpi aku bukan orang yang tidak berharga” maka dia menyadari bahwa dirinya bukanlah tidak berharga.

Dia mengalami kebebasan untuk membuat pilihan yang tidak dikontrol oleh diri yang tidak berharga. Dia bisa memilih misalnya untuk berhubungan dengan peran ketidakberhargaan itu, mengeksplorasinya. Kebebasan  yang muncul dari “I”ini yang disebut sebagai “kehendak”.

Ideal model adalah metode yang esensial dalam pencapaian realisasi diri. Realisasi diri terjadi ketika ada hubungan antara “I” dan “Self” secara dinamis dan berkehendak bebas. “I” dan “Self” berbeda tetapi tidak terpisahkan dalam semua tingkat pengalaman, sehingga seseorang dapat merealisasikan dirinya dengan sepenuhnya.

Realisasi diri bukan hanya tentang isi atau kualitas pengalaman, bukan tentang strukturalisasi kepribadian, dan bukan juga tentang tahap tertentu dari pertumbuhan diri. Lebih dari pada itu realisasi diri adalah tentang melibatkan diri secara utuh dalam satu kehidupan. Realisasi diri melibatkan hubungan seorang dengan dirinya, merespon terhadap penyatuan mendasar dengan diri.

Sintesis akan terjadi pada saat dua atau lebih sub-kepribadian siap membentuk kesatuan  yang baru. Ciri masing-masing setiap  bagian akan hilang, sekalipun demikian sifatnya akan tetap bertahan dalam suatu kesatuan yang baru mengandung keseluruhan kualitas tersebut dan sekaligus lebih dari sekedar keseluruhan ciri tersebut (Rueffler, 1995 dalam Admila Rosada,dkk, 2021).

Puncak ketidaksadaran atau kesadaran tertinggi adalah wilayah dari kepribadian manusia yang menyimpan dorongan-dorongan yang telah berkembang dengan baik seperti cinta untuk memberi tindakan-tindakan kemanusiaan, pemahaman artistic dan spiritual, serta tujuan dan arti hidup. Puncak ketidaksadaran atau kesadaran tertinggi  adalah pengalaman puncak manusia  yang merupakan keadaan dramatis dalam hidup.

Self adalah sumber petunjuk kehidupan dan kebijaksanaan, sumber segala sesuatu dari manusia yang bekerja melampaui keterbatasan manusia dan bekerja tanpa kontrol kepribadian. Penyebab banyaknya ganguan psikologis adalah hasil dari ketidakharmonisan antara diri manusia itu sendiri dengan dorongan terdalam manusia yaitu self. “I” dan “Self” tidak berbeda, bukan aspek dari Self melainkan gambaran langsung dari Self itu sendiri. (***)