Mempersiapkan Remaja Putri Untuk Menjadi Ibu Masa Depan

dr Marselli Widya Lestari,M.KM – Dosen Fakultas Kedokteran (FK)

REMAJA merupakan aset generasi bangsa. Indonesia akan memasuki masa Bonus Demografi yang mana puncaknya akan terjadi pada 2028-2031.

Remaja saat ini akan menjadi penduduk usia produktif, sebagian besar peran kehidupan akan dipegang oleh kelompok usia ini. Lalu bagaimana Indonesia bersiap menghadapi Bonus Demografi?

Layaknya menjadi perhatian, remaja putri nantinya akan menjadi ibu di masa depan. Ini merupakan tugas bersama untuk menciptakan generasi yang berkualitas maka harus dipersiapkan sejak dini.

Sayangnya dengan adanya kemudahan akses informasi, perkembangan teknologi dan juga pesatnya pertumbuhan angka produktif menjadi peluang sekaligus tantangan. Peluang karena jika banyak yang produktif maka diharapkan mampu memberikan kontribusi yang besar.

Sedangkan menjadi tantangan karena remaja erat kaitannya dengan permasalahan kompleks mulai dari pergaulan bebas, penggunaan obat-obatan terlarang hingga masalah reproduksi.

Merefleksikan sebagian besar literatur, fokus utama pada ibu remaja dan anak-anak yang dilahirkan erat kaitannya dengan beberapa disiplin ilmu, termasuk sosiologi, ekonomi, kesehatan masyarakat, keperawatan, dan psikologi perkembangan, terutama demografi.

Peran orangtua dan pasangan sebagai calon ayah/ibu tentang kesuburan remaja sangat penting.

Selain dukungan sosial, mereka juga harus ikut memperhatikan kesehatan calon ibu. Ada 2 hal yang berkaitan dengan kesiapan calon ibu dan orangtua pada umumnya. Pertama, kesehatan mental dan kedua, kesehatan reproduksi.

Menjadi orang tua adalah salah satu perubahan besar dalam hidup seseorang. Jika tidak dipersiapkan dengan baik, maka kemungkinan terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan akan lebih rentan.

Terutama perubahan psikologis remaja yang sedang transisi menuju dewasa. Tentu hal ini harus diperhatikan untuk menyambut peran baru sebagai ibu/ayah nantinya. Mengelola emosi dan regulasi pengendalian diri adalah kemampuan untuk menghadapi perubahan tersebut.

Yang semula mungkin masih hidup sendiri dan hanya berfokus pada dirinya, kini harus membagi perhatian dan bisa jadi akan berganti prioritas untuk keluarga.

Kesehatan mental menjadi isu penting yang bukan lagi suatu hal tabu, melainkan sebagai bekal bagi para remaja mempersiapkan dirinya agar lebih matang untuk menjadi orang tua nantinya.

Selanjutnya, kesehatan reproduksi juga menjadi faktor penentu kehidupan remaja. Kesehatan remaja tidak hanya berfokus pada wanita, pria yang menjadi pasangan juga berpengaruh dalam siklus kehidupan manusia.

Maka dari itu, pemerintah mulai fokus untuk memberikan perhatian pada para calon orang tua dengan adanya program CATIN (calon pengantin). Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah dalam menurunkan angka stunting.

Kegiatan intervensi spesifik yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan dalam penanggulangan masalah gizi salah satunya dengan pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) untuk remaja putri, calon pengantin, ibu hamil.

Mari kita saling menengok dan merefleksi lingkungan sekitar. Adakah remaja yang terancam masa depannya karena terjebak untuk menjadi ibu sebelum waktunya.

Pun jika sudah terlanjur, apakah mereka masih mendapatkan akses untuk bersosialisasi dan hidup bermasyarakat seperti warga lainnya.

Fenomena ini menjadi catatan bagi kita untuk mempersiapkan remaja sebagai calon ibu untuk menjadi ibu di masa dengan lebih siap dan berkontribusi mewujudkan Bonus Demografi yang berkualitas.

Karena itu, kita perlu fokus memberi perhatian pada remaja dan ibu muda serta keluarga yang kurang beruntung secara lebih umum.

Pengalaman positif keibuan dikaitkan dengan dukungan sosial yang baik berkontribusi pada perasaan penerimaan dan optimisme bagi ibu remaja untuk menjadi ibu di masa depan nantinya. (***)