dr. Paramita Sari, MSc – Dosen Fakultas Kedokteran
Bencana alam terjadi beruntun misal banjir, tanah longsor, gempa dan sebagainya. Hal ini menjadi kekhawatiran tersendiri bagi masyarakat.
Selain masyarakat awam, para santri di pondok pesantren juga menjadi potensi terjadinya suatu bencana. Mereka diharapkan mampu untuk bisa melakukan pertolongan pertama serta pelayanan kesehatan kegawatdaruratan di lingkungannya.
Kegawatdaruratan yang membutuhkan penanganan segera misalnya, jika ada yang pingsan (tidak sadarkan diri), terluka, patah tulang, tersedak, tersengat listrik, keracunan dan lainnya.
Adapun kunci keberhasilan penanganan kegawatdaruratan bergantung pada kecepatan dan ketepatan penolong dalam memberikan tindakan. Korban ataupun seseorang yang cedera diharapkan sudah mendapatkan pertolongan pertama minimal 10 menit setelah kegawatdaruratan terjadi.
Bagaimana Memperkenalkan BLS pada Santri?
Pengenalan Basic Life Support (BLS) atau Bantuan Hidup Dasar diperlukan untuk menanamkan pengetahuan awal santri.
Pada bagian ini santri diperkenalkan secara teori mengenai Bantuan Hidup Dasar yang pada prinsipnya harus bisa dilakukan oleh orang awam jika menghadapi suatu keadaan gawat darurat medis di luar rumah sakit, terutama jika terjadi di lingkungan pondok pesantren.
Pertolongan pertama dalam kegawatdaruratan bertujuan untuk menyelamatkan penderita/korban tanpa membahayakannya. Pertolongan pada kegawatdaruratan terdiri atas dua hal penting yakni bantuan hidup dasar dan bantuan hidup lanjut.
Dari kedua hal tersebut, bantuan hidup dasar merupakan hal penting yang harus dilakukan sesegera mungkin dengan prosedur yang benar.
Tindakan bantuan hidup dasar secara garis besar dikondisikan untuk keadaan kegawatdaruratan di luar rumah sakit, sehingga dapat dilakukan tanpa peralatan medis.
Keberhasilan pemberian bantuan hidup dasar yang tepat, baik tepat waktu maupun tepat cara akan meningkatkan kemungkinan hidup pasien yang mengalami kejadian kegawatdaruratan.
Pengenalan keterampilan Basic Life Support sangat diperlukan untuk meningkatkan tanggap darurat bagi orang awam dan santri di pondok pada umumnya.
Tidak hanya santri, jika perlu pihak pengurus dan pengasuh juga ikut serta dalam pelatihan agar memiliki keterampilan dasar BLS. Ini tidak hanya untuk penanganan pertama saat bencana, segala kejadian kegawatdaruratan dapat ditangani oleh tangan pertama yang paham dan mampu melakukan BLS.
Kemampuan dalam penanganan kegawatdaruratan merupakan kewajiban yang harus dimiliki oleh setiap orang, bukan hanya tenaga kesehatan.
Adanya bekal mengenai bagaimana cara mengatasi kegawatdaruratan tersebut, akan mengurangi kerugian yang besar, atau setidaknya dapat meminimalisir kerugian yang muncul. Santri sebagai kader POSKESTREN merupakan pilar terdepan dalam penanganan masalah kesehatan yang muncul di lingkungan pondok pesantren.
Harapannya ke depan, para santri di pondok pesantren juga mendapat kegiatan pelatihan penanganan kegawatdaruratan BLS. Para santri dapat secara aktif bisa melakukan pertolongan pertama pada kasus kegawatdaruratan, seperti yang telah diajarkan selama pembekalan dan pelatihan di pesantren. (***)