Masalah Penglolaan Limbah B3, Hima IKM Unusa Gelar 2nd Annual Scientific Meeting

Surabaya – Himpunan Mahasiswa (Hima) Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) menggelar 2nd Annual Scientific Meeting yang bertemakan Pengelolaan Limbah B3 sebagai Tantangan dan Peluang Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Sabtu (28/8).

Dalam webinar ini, diisi oleh tiga pemateri antara lain Agus Sutjahjo, MSi yang merupakan Kasi Pengembangan Fasilitas Teknik Limbah B3 dan Sampah dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Jawa Timur, Suhariono, ST., M.M., M.KL yang merupakan Fungsional sanitarian ahli muda RS dari RSUD Dr. Soetomo Surabaya, dan Achmad Syafiuddin, PH.D Ahli Toksikologi Lingkungan dari Universiti Teknologi Malaysia.

Rektor Unusa, Prof. Dr. Ir. Achmad Jazidie, M.Eng menyambut baik acara ini, menlai masalah limbah B3 menjadi permasalahan tersendiri. Limbah ini tidak hanya terjadi di Industri besar namun industri kecil atau bahkan limbah rumah tangga juga menjadi salah satu mengandung Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).

“Jadi masalah limbah B3 ini, karena limbah ini dapat mencemari lingkungan karena memang dapat membahayakan manusia atau bahkan hewan yang ada di ekosistem tersebut,” ucap Jazidie, Sabtu (29/8).

Salah satu pemateri dari DLH Provinsi Jawa Timur, Agus Sutjahjo, MSi menilai di Jatim masalah limbah B3 ini cukup banyak. Hal ini dikarenakan tidak imbangnya jumlah perusahaan pengelolah limbah dengan industri. “Sampai saat ini kami masih terus mengkaji untuk mengatasi masalah ini, karena masalah B3 ini menjadi masalah tersendiri,” bebernya.

Ada beberapa langkah untuk pengolahan limbah B3 seperti pengurangan reduksi dari sumbernya ini sesuai dengan Perpres nomor 21 tahun 2019 tentang rencana aksi nasional untuk pengurangan dan penghapusan merkuri. “Cara ini sudah berjalan untuk pengurangan atau bahkan tidak menggunakan bahan yang mengandung mercuri,” jelas Agus.

Selain Perpres tersebut, Permen LHK nomor 81 tahun 2019 yang nantinya merkuri bisa dikurangi dan dihapus. “Ini karena pengelolaan merkuri di Indonesia masih jarang,” ucap Agus.

Sementara itu, Suhariono, S.T., M.M., M.KL yang merupakan fungsional Sanitarian Ahli Muda RS menjelaskan perlu adanya memahami karakteristik bahaya yang ditimbulkan dari limbah B3 tersebut. “Upaya ini untuk meminimkan untuk limbah medis yang dihasilkan, selain itu minimal tiga bulan adanya laporan pengelolaan limbah,” jelasnya.

Suhariyono menjelaskan pengolahan limbah medis yang baik dan benar mulai dari proses pemilahan limbah sampai dengan proses pengolahannya wajib sesuai dengan regulasi dan kaidah teknis. “Sehingga akan mendukung pencapaian kualitas pelayanan dan akreditasi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes),” ucapnya.

Sedangkan, Achmad Syafiuddin, PH.D merupakan Ahli Toksikologi Lingkungan dari Universiti Teknologi Malaysia menilai di Jawa Timur (Jatim) air limbah dari satu industri hampir semuanya tidak memenuhi standar dalam pengelolaan limbah B3 hal ini cukup mengkhawatirkan. “Sehingga konsentrasi air yang tidak memenuhi standar kemudian masuk dalam lingkungan air khususnya sungai itu sangat berbahaya yang tidak hanya berefek pada manusia tapi pada ikan yang ada disungai,” ucapnya.

Syafiuddin menjelaskan perlu adanya memonitoring rumah sakit atau bahkan perusahaan lainnya untuk dilakukan secara berkala. “Jika memang melanggar maka akan diberikan saksi yang berat ini yang dilakukan negara yang memperhatikan isu lingkungan,” jelasnya.

Laporan dari dinas lingkungan hidup kualitas beberapa air sungai sangat buruk dari bengawan solo, brantas, sampean, Madura, bondoyudo dan welang rejoso. “Ini kurangnya perhatian polusi yang masuk pada lingkungan yang menjadikan kualitas air sungai beberapa wilayah di Jawa Timur,” ucapnya. (sar humas)