Dr. dr. Bastiana, Sp.PK – Dosen Fakultas Kedokteran (FK)
PADA 24 Maret 2024 lalu diperingati sebagai Hari Tuberkulosis (TB) sedunia. Tuberkulosis atau yang lebih dikenal sebagai TB merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi ancaman serius bagi kesehatan masyarakat global.
TB dapat menyerang paru-paru yang biasa dikenal dengan TB Paru serta dapat menyerang organ lainnya seperti kelenjar limfe, tulang, ginjal, kulit, atau bahkan otak yang dikenal dengan TB Ekstra Paru.
Pada kesempatan ini penting bagi masyarakat untuk lebih memahami gejala dan tanda penyakit TB terutama TB paru serta peranan pemeriksaan laboratorium dalam menegakkan diagnosisnya.
TB paru, disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis dan dapat menyerang sistem pernapasan, terutama paru-paru. Penyakit TB paru meresahkan masyarakat luas dan meskipun telah ada kemajuan dalam penanganannya, akan tetapi penting bagi masyarakat untuk mengenali gejala dan tanda penyakit ini sejak dini, serta memahami pentingnya penegakan diagnosis melalui pemeriksaan laboratorium.
Gejala TB paru dapat bervariasi, mulai dari gejala ringan hingga gejala yang lebih serius. Gejala umum TB Paru termasuk:
- Batuk yang berlangsung lebih dari dua minggu dengan atau tanpa darah
- Batuk kering yang mengganggu tidur (terutama di malam hari)
- Demam
- Penurunan berat badan yang signifikan
- Nafsu makan yang menurun
- Kelelahan
- Keluar keringat pada malam hari yang berlebihan
- sesak nafas
Pasien yang mengalami gejala seperti ini sebaiknya segera mencari bantuan medis untuk evaluasi lebih lanjut. Namun, tidak semua orang dengan TB paru akan mengalami gejala tersebut, sehingga membuat sulit didiagnosis secara tepat waktu atau sulit untuk dibedakan dari penyakit pernapasan lainnya.
Penting untuk diingat bahwa TB paru tidak selalu menunjukkan gejala yang jelas pada tahap awal. Karena itu, pemeriksaan laboratorium memegang peranan penting dalam penegakan diagnosis penyakit ini. Salah satu metode pemeriksaan laboratorium yang umum digunakan adalah uji dahak/sputum secara mikroskopis, yang melibatkan pengamatan dahak/sputum pasien di bawah mikroskop untuk mendeteksi keberadaan bakteri Mycobacterium tuberculosis.
Akan tetapi sering kali orang yang akan melakukan tes dahak/sputum ini keliru menyerahkan sampel yang berupa air liur (konsistensi cair dan berwarna bening) dan bukan murni dahak/sputum (konsistensi kental dan berwarna kuning sampai kuning kehijauan), sehingga dapat mengganggu dalam pemeriksaan secara mikroskopis.
Selain uji dahak, tes tuberculin skin atau Mantoux juga sering digunakan untuk mengetahui apakah seseorang telah terpapar bakteri TB. Tes ini melibatkan pemberian protein tuberculin ke dalam lapisan kulit, dan respons kulit terhadap protein ini dapat memberikan petunjuk mengenai paparan sebelumnya terhadap bakteri TB. Meskipun tidak dapat secara langsung menegakkan diagnosis TB, tes tuberculin skin atau Mantoux dapat memberikan informasi yang berharga kepada dokter untuk mengarahkan diagnosis lebih lanjut.
Selain itu, dengan perkembangan teknologi medis, tes molekuler seperti uji PCR (Polymerase Chain Reaction) dengan menggunakan sampel dahak/sputum juga semakin menjadi pilihan dalam penegakan diagnosis TB paru. Tes PCR memungkinkan deteksi spesifik DNA Mycobacterium tuberculosis dengan tingkat sensitivitas yang tinggi, yang dapat membantu mempercepat proses diagnosis.
Saat ini tersedia juga tes cepat untuk TB atau yang dikenal sebagai Tes Cepat Molekuler (TCM). TCM memungkinkan waktu pemeriksaan yang lebih cepat dan sekaligus dapat mendeteksi adanya resistensi terhadap obat TB. Adapun tes IGRA (Interferon Gamma Release Assay) juga dapat menjadi salah satu pilihan untuk penegakan diagnosis TB yang menggunakan sampel darah sebagai antisipasi jika seseorang tidak dapat mengeluarkan dahak/sputum.
Pentingnya pemeriksaan laboratorium tidak hanya terbatas pada diagnosis awal, tetapi juga pada pemantauan respons terhadap pengobatan. Pengobatan TB paru melibatkan penggunaan antibiotik yang kuat dan terkoordinasi untuk jangka waktu yang cukup lama. Oleh karena itu, pemantauan reguler melalui pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk memastikan efektivitas pengobatan dan mencegah resistensi obat.
Penting bagi masyarakat untuk meningkatkan kesadaran tentang TB paru dan mengenali gejalanya. Jika seseorang mengalami gejala yang mencurigakan, segera berkonsultasi dengan dokter untuk evaluasi lebih lanjut. Melalui pemahaman gejala dan tanda penyakit TB paru serta penegakan diagnosis melalui pemeriksaan laboratorium, diharapkan dapat meningkatkan deteksi dini dan pencegahan yang efektif untuk mengatasi penyakit ini. (***)