Dewi Masithah, dr., M. Kes – Dosen Fakultas Kedokteran (FK)
BELAKANGAN ini kita mungkin sering mendengar berita beberapa kawasan kota besar di Indonesia kualitas udaranya berbahaya bagi kesehatan. Hal ini juga didukung oleh konten yang dibagikan melalui media sosial yang menunjukkan betapa kotornya udara di kawasan tersebut di lihat dari dalam pesawat.
Tidak hanya itu saja, beberapa platform aplikasi yang memonitor kualitas udara menunjukkan Kota Jakarta masuk 10 besar kota dengan kualitas udara terburuk di dunia (IQAir, akses tanggal 21 Agustus 2023). Dan hal ini terjadi hampir setiap hari.
Polusi udara merupakan pencemaran udara oleh bahan kimia, fisik, atau biologi apa pun yang mengubah karakteristik alami atmosfer. Udara merupakan zat yang dibutuhkan mahluk hidup, manusia, hewan, dan tumbuhan, untuk bernafas. Komposisi udara sebagian besarnya adalah Nitrogen (78%) dan Oksigen (20%).
Sisanya adalah Argon (0,93%), Karbon dioksida, dan gas-gas lain seperti Helium, Metana, Hidrogen, Xenon, Ozon, dan Radon. Tubuh manusia menggunakan oksigen untuk membantu berbagai proses metabolisme dalam tubuh.
Polusi udara dapat dihasilkan oleh berbagai aktivitas manusia dan juga alam. Aktivitas manusia yang menyebabkan polusi udara antara lain emisi kendaraan, bahan bakar minyak dan gas alam, produk sampingan dari manufaktur dan pembangkit listrik khususnya yang berbahan baku batu bara. Alam juga dapat melepas zat berbahaya ke udara misal dari letusan gunung berapi, pembusukan bahan organik di dalam tanah, dan juga dapat dihasilkan dari kebakaran hutan.
Penelitian tentang bahaya polusi udara telah banyak dilakukan. Dari berbagai penelitian ini dapat disimpulkan bahwa paparan polusi udara dikaitkan dengan stress oksidatif dan peradangan pada sel manusia. Hal inilah yang menjadi dasar timbulnya penyakit kronis dan kanker.
Organisasi kesehatan dunia (WHO-World Health Organization) telah mengklasifikasikan bahwa polusi udara merupakan zat karsinogenik yang dapat mengakibatkan kanker pada manusia. Selain kanker, polusi udara juga dapat menimbulkan penyakit kardiovaskular, pernafasan, gangguan sistem reproduksi, gangguan saraf, dan kekebalan tubuh.
Diperkirakan sekitar 4 juta orang meninggal akibat paparan polusi udara pada tahun 2019. Di Indonesia polusi udara menyebabkan 106.710 kematian atau 41 per 100.000 kematian. Polusi udara tidak hanya menyerang organ pernafasan saja, tetapi juga organ lain. Golongan rentan seperti anak-anak, lansia, dan ibu hamil lebih rentan terhadap udara yang kotor ini.
Polusi udara dapat mempengaruhi perkembangan paru-paru dan berimplikasi pada perkembangan penyakit emfisema, asma, dan penyakit paru obstruktif (PPOK). Anak-anak yang tinggal di daerah perkotaan dari orang tua yang berpenghasilan rendah cenderung memiliki lebih banyak kasus asma daripada yang lain. Ozone dan PM2,5 mencetuskan terjadinya asma pada anak.
Tidak hanya itu saja, beberapa penelitian mengaitkan antara polusi udara dengan kejadian kanker payudara, leukimia, dan limfoma non-Hodgins. Selain itu, ibu hamil yang terpapar zat polutan berisiko dua kali lipat melahirkan anak dengan autism. Penelitian lain yang dilakukan di kota Now York Amerika Serikat juga menunjukkan kualitas udara yang buruk berkaitan dengan ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder).
Melindungi diri dari paparan polusi udara tidak cukup dengan menggunakan masker N95 atau menggunakan filter udara dalam ruangan atau pengadaan ruang hijau terbuka di kawasan perkotaan.
Perubahan perilaku diperlukan dalam menurunkan polusi udara. Misalnya menggunakan layanan transportasi umum ketika bepergian ke luar rumah, menggunakan kendaraan ramah lingkungan, dan tidak membakar sampah rumah tangga. Selain hal tersebut, itikad yang baik dari pemerintah juga diperlukan.
Regulasi pemerintah terkait pelindungan warga negara terhadap bahaya polusi udara, penindakan pabrik atau industri penghasil polusi udara juga diperlukan, terutama terkait sanksi hukum yang dapat menjerat para pelanggar.
Tentunya langkah-langkah diatas tidak semudah membalikkan tangan. Tetapi, jika kita sebagai masyarakat dan pemerintah memiliki kepedulian, maka hal tersebut menjadi langkah yang lebih mudah untuk menyediakan udara lebih baik untuk generasi selanjutnya. (***)