Surabaya – Dalam rangka memperingati Hari Pahlawan Nasional, Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) menggelar acara Studium Generale bertajuk “Hero and Women Leadership”, Senin (11/11). Kegiatan ini diadakan dengan tujuan untuk menumbuhkan semangat nasionalisme di kalangan perempuan milenial, sekaligus mendorong mereka untuk menjadi pemimpin yang berani dan berdaya dalam menghadapi tantangan masa kini.
Dengan menghadirkan para tokoh inspiratif, Unusa berupaya memberikan pemahaman kepada para mahasiswa, khususnya perempuan, tentang pentingnya peran mereka dalam membangun bangsa. Kegiatan ini juga mengajak generasi muda untuk meneladani nilai-nilai kepahlawanan dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam sambutannya, Rektor Unusa, Prof. Dr. Ir. Achmad Jazidie, M.Eng., mengatakan bahwa generasi milenial memiliki peran strategis dalam memperkuat nilai-nilai kebangsaan dan membangun masa depan yang lebih baik.
“Generasi muda, khususnya perempuan, memiliki potensi luar biasa untuk menjadi agen perubahan yang mampu menghadirkan dampak positif bagi lingkungan dan masyarakat luas. Studium Generale ini diharapkan menjadi momentum penting untuk menggugah kesadaran nasionalisme mereka serta menanamkan jiwa kepahlawanan dalam konteks kepemimpinan modern,” tukasnya.
Hadir sebagai narasumber, Dr. Hj. Khofifah Indar Parawansa, Dra., M.Si. Beliau memberikan motivasi kepada para mahasiswa untuk tidak hanya berprestasi dalam pendidikan, tetapi juga mampu menjadi pemimpin yang berintegritas dan bermanfaat bagi masyarakat luas.
“Pendidikan merupakan pondasi penting untuk mencapai kesuksesan, tetapi hal tersebut harus dibarengi dengan nilai-nilai sosial yang kuat. Tidak hanya tentang menguasai ilmu, tetapi juga bagaimana kita mampu membawa dampak positif bagi lingkungan kita. Dan yang paling penting, kita perlu selalu menyiapkan diri untuk menghadapi tantangan yang ada,” ujarnya.
Khofifah juga menggarisbawahi pentingnya kesetaraan gender (gender equality) dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam dunia pendidikan dan karier. Ia menegaskan bahwa perempuan memiliki peluang yang sama besar untuk menjadi pemimpin yang sukses di berbagai bidang.
“Kesetaraan gender bukan hanya tentang hak, tetapi juga tentang tanggung jawab bersama untuk menciptakan dunia yang lebih adil dan seimbang. Itulah mengapa dibutuhkan trust and respect di dalam kita bersosialisasi,” tuturnya.
Pada kesempatan yang sama, Wahidah Zein Br Siregar, Dra., M.A., Ph.D., memberikan paparan inspiratif mengenai peran perempuan Indonesia dalam misi pemeliharaan perdamaian dunia (peacekeeping operations).
“Perempuan Indonesia yang terlibat dalam misi perdamaian dunia tidak hanya terampil dalam tugas-tugas operasional, tetapi juga memiliki kepekaan emosional yang dapat memberikan rasa nyaman dan aman kepada masyarakat, terutama kelompok rentan seperti perempuan dan anak-anak,” jelasnya.
Wahidah juga memaparkan sejumlah data dan fakta mengenai kontribusi perempuan Indonesia dalam berbagai misi perdamaian yang digagas oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). “Saat ini, Indonesia menjadi salah satu negara dengan kontribusi signifikan dalam misi pemeliharaan perdamaian dunia, dan partisipasi perempuan terus meningkat. Mereka tidak hanya berperan sebagai penjaga perdamaian, tetapi juga menjadi agen perubahan yang membawa nilai-nilai empati, inklusivitas, dan dialog di tengah konflik,” tambah Wahidah.
Pemateri lainnya, Sri Fatmawati, S.Si., M.Sc., Ph.D., mengungkapkan pentingnya perempuan mengambil peran strategis dalam dunia ilmu pengetahuan. Ia menekankan bahwa perempuan memiliki potensi besar untuk berkontribusi pada kemajuan sains dan teknologi, serta menjadi pemimpin di bidang tersebut.
“Perempuan memiliki kemampuan yang unik untuk berpikir kritis sekaligus intuitif, yang sangat dibutuhkan dalam dunia penelitian. Saya percaya bahwa inovasi terbaik lahir dari keberagaman, termasuk kehadiran perempuan dalam tim-tim ilmiah,” ujar
Di sisi lain, Prof. Dr. Cita Rosita Prakoeswa, dr., Sp. DVE Subsp DAI., FINSDV, FAADV., MARS., menjelaskan bahwa peran perempuan sebagai pemimpin dalam sektor kesehatan sangatlah krusial, terutama dalam memberikan pendekatan yang humanis dan berfokus pada kebutuhan pasien.
“Perempuan memiliki empati yang tinggi, dan ini menjadi keunggulan dalam memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas. Kepemimpinan perempuan di bidang ini mampu menciptakan lingkungan kerja yang inklusif dan kolaboratif, yang pada akhirnya meningkatkan kualitas layanan kesehatan,” tutur
Dengan tema “Hero and Women Leadership,” para peserta diajak untuk menggali esensi kepahlawanan di era modern dan memahami bahwa menjadi pahlawan tidak selalu berarti mengangkat senjata, tetapi juga bisa diwujudkan melalui kepemimpinan yang tangguh, pengabdian kepada masyarakat, dan keberanian dalam mengambil keputusan yang bermanfaat bagi banyak orang. (Humas Unusa)