Dekan Unusa Raih Predikat Wisudawan Terbaik Unair

Surabaya – Dekan Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa), Dr. Khamida, S.Kep., Ns., M.Kep., telah menorehkan prestasi gemilang sebagai wisudawan terbaik S3 Ilmu Keperawatan, FKp, di akhir studi doktoralnya. Predikat tersebut ia peroleh pada gelaran wisuda Universitas Airlangga (Unair) periode 234 lantaran berhasil menuntaskan studi doktoral dengan indeks prestasi kumulatif (IPK) sempurna yakni 4,00.

Tak hanya berkutat dalam dunia akademik, Midha, sapaan akrabnya, memperlihatkan keterlibatan yang kuat dalam berbagai kegiatan organisasi. Sebagai Dekan Fakultas Keperawatan dan Kebidanan (FKK) Unusa, ia telah membuktikan kemampuannya dalam memimpin dan mengelola lembaga pendidikan tinggi. Khamida terlibat aktif dalam pengembangan profesi keperawatan di Indonesia, serta memberikan kontribusi nyata dalam meningkatkan mutu pendidikan dan pembelajaran.

Tidak hanya itu, Midha juga terlibat sebagai Pengurus Pusat Asosiasi Institusi Pendidikan Ners Indonesia (AIPNI), Bendahara Dewan Pengurus Wilayah Persatuan Perawat Nasional Indonesia (DPW PPNI) Provinsi Jawa Timur, dan Wakil Ketua Bidang Sumber Daya Pembelajaran dan Kemahasiswaan AIPNI Regional IX Jawa Timur.

Bukan perkara mudah bagi Midha, untuk menjalankan berbagai peran dan kesibukan sebagai mahasiswa doktoral. Ditambah, ia merupakan sosok istri dan ibu. Namun, kesulitan tersebut berhasil ia tepis berkat dukungan suami dan keluarga besarnya. Midha mengatakan, bahwa ia sangat bersyukur memiliki sosok suami yang pengertian atas kesibukannya.

“Saya meyakini bahwa hal yang tengah saya korbankan dan usahakan akan menjadi hal yang baik bagi saya dan lingkungan sekitar saya,” terang ibu dua anak tersebut, Senin (1/4).

Patahkan Persepsi dalam Disertasi

Berawal dari permasalahan skabies di pondok pesantren yang tak kunjung usai  mengantarkannya pada ide disertasinya. Dalam tesis nya, ia mengusung judul “Pengembangan Model Regulasi Motivasi Diri Berbasis Spiritual Terhadap Kemampuan Mencegah Scabies Pada Santri di Pondok Pesantren”.

Midha mengaku bahwa pada tahap pengerjaan disertasinya sempat diragukan oleh beberapa pihak. Sebagian masyarakat masih menganggap lumrah bahwa seorang santri mengalami skabies. Namun sebagai seorang akademisi, tugasnya adalah tidak hanya menyelesaikan studi doktoralnya, tetapi juga memberikan pemahaman dan meluruskan persepsi yang salah pada masyarakat.

Hal tersebut tak menjadi halangan baginya untuk menyelesaikan studi doktoral. Pada akhirnya, kesuksesan Midha menyelesaikan disertasinya adalah bukti bahwa dengan tekad dan keyakinan yang kuat, tidak ada halangan yang tidak dapat diatasi. Dukungan dari keluarga, terutama suami dan anaknya, juga menjadi pendorong yang luar biasa dalam perjalanannya.

“Memang tidak mudah mencapai impian yang tertinggi, selalu ada tantangan dan rintangan. Saya mengucapkan terimakasih atas segala bantuan dan dukungan dari berbagai pihak terutama pada suami dan anaknya. Nak, kelulusan ini saya dedikasikan untukmu,” pungkasnya. (***)