Pamekasan – Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) mendapat kepercayaan dari Yayasan Dana Sosial Al Falah (YDSF) Surabaya untuk mengubah Pondok Pesantren menjadi tempat yang bersih, sehat, dan mandiri. Hal ini berkat adanya pusat riset kelas dunia di Unusa yang fokus menangani isu kesehatan lingkungan pesantren di Indonesia, pusat riset yang dikenal sebagai Center for Environmental Health of Pesantren (CEHP) Unusa. CEHP telah memperkenalkan konsep pesantren BERSEMI (bersih, sehat, dan mandiri) yang akan mentransformasi pesantren tradisional menjadi lingkungan yang peduli terhadap kesehatan bersih (sanitasi, air bersih), sehat (PHBS, infrastruktur yang layak dan sehat), dan mandiri (dalam bidang ekonomi).
Hadir dalam kegiatan ini, Pengurus Pondok Pesantren Babus Salam Pamekasan, Wakil Rektor II dan III Unusa, Ketua CEHP UNUSA, Ketua Kemenag Pamekasan, tim YDSF, dan kepala Bank BTN Pamekasan beserta undangan sedang memperlihatkan keberhasilan UNU-Water.
Konsep ini pertama kali diajukan oleh Achmad Syafiuddin melalui CEHP Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya, yang telah menggambarkan roadmap pesantren BERSEMI. Proses transformasi pesantren tradisional melibatkan empat tahap, yakni (i) penyediaan air bersih, (ii) penyediaan sarana yang layak, (iii) perubahan perilaku PHBS dan manajemen air bersih, dan (iv) terciptanya pesantrenpreneur.
Ketua CEHP Unusa, Achmad Syafiuddin, Ph.D., menyampaikan untuk mewujudkan pesantren BERSEMI, tahap pertama dilakukan dengan menyediakan air bersih untuk keperluan higienis sanitasi. Salah satu inovasi teknologi yang dihasilkan oleh CEHP UNUSA adalah UNU-Water, sebuah sistem filtrasi air yang mudah, murah, dan menggunakan bahan lokal di sekitar pesantren.
“UNU-Water telah teruji mampu menyaring berbagai jenis air limbah dan air sungai, menjadikannya layak untuk keperluan sanitasi sehari-hari, seperti mandi, mencuci, wudhu’, dan menyediakan air minum bagi pesantren. Sistem ini sudah dipasang di beberapa pesantren di Jawa Timur sejak tahun 2021,” ungkapnya, Sabtu (20/01).
Achmad Syafiuddin melanjutkan, tahun 2024, YDSF bersama UNUSA telah sukses memasang UNU-Water di Pondok Pesantren Babus Salam di Desa Kangenan, Kabupaten Pamekasan. PP Babus Salam salah satu pesantren yang mengalami kendala penyediaan air bersih. Kegiatan ini berhasil mengubah air tanah yang tidak layak menjadi air yang dapat digunakan oleh santri sehari-hari. Pemasangan dan pengadaan alat UNU-Water ini didanai penuh oleh YDSF Surabaya, sedangkan teknologinya dibackup Unusa.
“CEHP UNUSA berkomitmen untuk menyediakan air bersih bagi sekitar 16,000 pesantren tradisional di Indonesia. Oleh karena itu, kerjasama dengan berbagai pihak diperlukan agar seluruh pesantren tradisional di Indonesia dapat menikmati akses air bersih yang layak,” ungkapnya.
Sebagai upaya mendukung pembangunan berkelanjutan, Syafiuddin menegaskan bahwa CEHP Unusa akan terus memantau dan mengevaluasi dampak program ini. “Kami tidak hanya ingin memberikan solusi sementara, tetapi juga menciptakan perubahan yang berkelanjutan. Monitoring dan evaluasi akan menjadi bagian penting dari langkah-langkah kami untuk memastikan program ini mencapai tujuannya dalam jangka panjang,” tegasnya.
Imron Wahyudi, Tim Yayasan Dana Sosial Al Falah (YDSF) Surabaya, mengungkapkan keberhasilan program yang bekerjasama dengan Unusa, yaitu program pemasangan UNU-Water di Pondok Pesantren Babus Salam. Dengan penuh antusias, Imron menyatakan, program ini telah membuktikan diri sebagai langkah progresif dalam meningkatkan kualitas air di pesantren tersebut. Melalui upaya pemasangan UNU-Water, sehingga mengubah kualitas air tanah yang sebelumnya tidak layak pakai menjadi air yang dapat digunakan oleh santri sehari-hari.
“Hal ini mencerminkan dampak positif yang dapat dicapai melalui upaya kolaboratif dalam menyediakan solusi konkret untuk permasalahan kritis seperti akses air bersih di lingkungan pesantren tradisional. Salah satunya mempercayai Unusa untuk program ini,” ungkapnya. Imron Wahyudi juga menekankan bahwa hasil positif dari program tersebut bukan hanya sekadar perubahan kualitas air, melainkan juga sebuah bukti bahwa kolaborasi antarlembaga dapat menghasilkan dampak nyata di tingkat lokal. “Keberhasilan program ini bukan hanya dalam konteks teknis, melainkan juga sebagai ilustrasi nyata bagaimana kerjasama lintas sektor dapat menciptakan perubahan positif yang bersifat inklusif dan berkelanjutan di lingkungan sekitar,” tambahnya. (Humas Unusa)