Lailatul Khusnul Rizki, SST., MPH – Dosen Fakultas Keperawatan dan Kebinanan (FKK)
KASUS kekerasan terhadap anak dan remaja selama ini menjadi masalah besar di Indonesia dan di seluruh dunia. Menurut United Nations Children’s Fund (UNICEF), kurang lebih ada 120 juta kasus kekerasan remaja di seluruh dunia (Anthony, 2015).
Kekerasan fisik, kekerasan psikologis, penelantaran, bullying, dan kekerasan seksual. Kekerasan seksual adalah jenis kasus kekerasan yang sering terjadi pada anak dan remaja.
Kekerasan seksual pada remaja adalah masalah besar di seluruh dunia, begitu juga di Indonesia. Semua aktivitas seksual yang dilakukan dengan paksaan atau ancaman oleh orang dewasa atau teman sebaya remaja dianggap sebagai kekerasan seksual pada remaja (Finkelhor,2010; Shaul,2012).
Sikap pemaksaan, ancaman, atau memperdayai seseorang dalam aktivitas seksual disebut kekerasan seksual.
Kekerasan seksual akan berdampak pada pertumbuhan dan masa depan remaja. Menurut Gaskil dan Perry (2012), efek kekerasan seksual akan berdampak pada perkembangan psikososial, pertumbuhan fisik, dan psikologis.
Selain itu, mereka mungkin mengalami depresi, stres pasca trauma, kegelisahan, pikiran bunuh diri, gangguan makan, dan isolasi sosial sampai dewasa (Haileye, Gordana & Dragana, 2013).
Studi tambahan menunjukkan bahwa efek kekerasan seksual dapat menyebabkan masalah kesehatan mental seperti bunuh diri, kehamilan yang tidak diinginkan, komplikasi ginekologi, dan penyakit HIV/AIDS (Jewkes, 2002; Mathew et al., 2011).
Menurut Hollan dan Holt (2010), ada dua jenis kekerasan seksual pada remaja yang sering ditemui dimasyarakat. Pertama adalah kekerasan seksual dengan kontak langsung, seperti meraba bagian pribadi anak, pencabulan, dan pemerkosaan.
Kedua adalah kekerasan seksual tanpa kontak langsung, seperti menunjukkan kelamin atau gambar porno kepada anak. Oleh karena itu, kekerasan seksual dapat dikategorikan menjadi dua jenis, yaitu kontak langsung dan tanpa kontak. Sudah jelas bahwa ada banyak faktor yang bertanggung jawab atas kekerasan seksual yang terjadi pada remaja.
Berbagai faktor memengaruhi terjadinya kekerasan seksual, yaitu keluarga berantakan, pola asuh orang tua yang tidak sehat, akses mudah ke pornografi (media sosial), tingginya angka kemiskinan dan pengangguran, rentannya ketahanan keluarga, kecendrungan korban kejahatan seksual yang belum tertangani, dan rendahnya efek jera bagi para pelaku kekerasan seksual.
Dalam hal ini, kurangnya pengawasan orang tua dalam menggunakan media elektronik serta akses terhadap media sosial, keluarga yang belum matang secara psikologis, kesibukan orang tua, dan kurangnya pendidikan orang tua.
Perilaku Kesehatan reproduksi pada anak jalanan menjadi poin penting untuk mendapat perhatian, karena hampir seluruh waktu mereka dihabiskan di jalanan yang terkadang jarang mendapatkan pengawasan dari lingkungan sekitar.
Akses terhadap informasi tentang Kesehatan reproduksi dan pencegahan kekerasan seksual juga sangat terbatas sehingga anak dan remaja jalanan menjadi kelompok rentan terjadinya kekerasan seksual yang dilakukan oleh orang-orang dewasa di sekitarnya.
Karena itu, beberapa dosen dari Fakultas Keperawatan dan Kebidanan UNUSA dan mahasiswa memberikan pengabdian masyarakat untuk memberikan informasi terkait Kesehatan Reproduksi dengan sasaran anak, remaja, dan orang tua dengan tujuan untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual yang sering terjadi di masyarakat. (***)