Mengatasi Kurang Percaya Diri dan Membuat Siswa Senang dalam Kelas English Speaking

Nailul Authar, S.S., M.Pd. – Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

SELAMA ini kelas Speaking menjadi momok bagi kebanyakan siswa. Terutama bagi mereka yang introvert ataupun jarang berkomunikasi dengan banyak orang. Hal tersebut menyebabkan siswa kurang percaya diri untuk menunjukkan kemampuannya dalam berbicara bahasa Inggris.

Selain faktor kurangnya komunikasi siswa dengan orang sekitar, faktor penyebab kepercayaan diri siswa rendah juga dikarenakan trauma masa lalu ataupun kurangnya pengajaran guru yang melibatkan siswa.

Saat pembelajaran Speaking English ketika siswa mencoba berbicara, tetapi ia salah dalam menyebutkan kosakata, terdapat beberapa siswa yang menertawakannya hal tersebut dapat memicu trauma siswa akan pembelajaran speaking English.

Selain itu pada era ini, tidak sedikit guru yang masih menggunakan metode ceramah atau pembelajaran berpusat pada guru, hal tersebut membuat siswa kurang berkembang kemampuannya karena kurangnya partisipasi siswa dalam pembelajaran.

Berdasarkan pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Speaking English harus dibuat semenarik mungkin dan banyak melibatkan siswa agar mereka dapat menantang diri mereka untuk berkembang.

Kata pembelajaran saja kadang sudah membuat siswa jenuh lalu bagaimana proses tersebut membuat siswa tertarik dan enjoy?. Hal tersebut dapat diatasi dengan perpaduan antara pembelajaran dan game.

 Kebanyakan siswa akan tertarik ketika pembelajaran dikolaborasikan dengan game, mereka akan sangat berantusias dan tertantang untuk memenangkan game tersebut.

Game yang dapat digunakan dalam pembelajaran bahasa Inggris yaitu game komunikatif. Dalam game ini siswa harus berperan aktif dengan berbicara, sehingga kegiatan ini dapat membuat semua siswa harus berpartisipasi dalam game.

Keberhasilan metode ini dapat dilihat dari hasil penerapan komunikatif game yang diadakan di kelas speaking english jenjang SMA. Komunikatif game yang digunakan yaitu Throwing Ball Game (permainan lempar bola).

Penerapan ini dilakukan pada beberapa pertemuan agar membuahkan hasil yang memuaskan. Dari hasil pengamatan tersebut pada pertemuan pertama siswa masih terlihat takut dan panik sehingga hanya 5 siswa yang selalu berhasil menjawab pertanyaan dari instruktur 15 siswa lainnya hanya kebingungan dan ada juga yang diberitahu oleh teman ketika diberi pertanyaan oleh instruktur.

Pada pertemuan kedua terdapat 10 siswa yang dapat menjawab pertanyaan instruktur dengan cepat dan tepat, 10 siswa lainnya terlihat panik karena belum sempat belajar karena jadwal yang sangat padat sehingga performanya masih kurang dan beberapa dari mereka masih mengandalkan temannya untuk memberi tahu apa yang harus mereka jawab.

Setelah penerapan dalam pembelajaran siswa juga melakukan interview, secara keseluruhan, 17 siswa rata-rata setuju bahwa metode ini menyenangkan dan membuat mereka penasaran untuk belajar bahasa Inggris. Pada pertemuan kedua mereka menyadari bahwa metode ini menantang mereka dan membangkitkan jiwa kompetitif mereka sehingga siswa terdorong untuk selalu berlatih bahasa Inggris.

Nailul Authar, S.S., M.Pd. – Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Hasil yang disebutkan di atas juga menunjukkan bahwa mayoritas siswa menikmati sesi permainan ini. Guru memulai dengan menjelaskan aturan permainan selama sekitar sepuluh menit. Guru juga bertindak sebagai contoh bagi para siswa. Permainan dimulai oleh guru dan kemudian diserahkan kepada seorang siswa. Karena tidak ada yang tahu siapa yang akan maju duluan, para siswa merasa cemas. Mereka merasa takut sekaligus senang karena pelajaran ini menggunakan permainan untuk mengajar.

Siswa pertama yang mendapat giliran dapat merespon dengan cepat dan mudah. Setelah itu, siswa pertama secara acak melempar bola ke siswa kedua. Para siswa terlihat terkejut saat diminta untuk menjawab, menunjukkan bahwa mereka tidak siap untuk melakukannya.

Mereka mampu menjawab meskipun waktu yang diberikan sudah hampir habis, sehingga mereka terus mencoba. Selama permainan berlangsung, beberapasiswa tampak kehabisan ide dan membutuhkan waktu untuk berpikir.siswa lain mulai menghitung dengan keras saat waktu semakin dekat.

Seorang siswa akan mendapatkan hukuman, yang diputuskan oleh siswa lain ketika dia tidak dapat menjawab atau kehabisan waktu. Hukuman selesai, dan permainan kemudian dimulai lagi.

Karena panjang dan rumitnya acara ini, sebagian besar siswa merasa kesulitan untuk merespons ketika permainan mencapai puncaknya. Siswa menjadi terbiasa setelah beberapa kali putaran dan mampu menjawab dengan cepat dan akurat.

Siswa yang awalnya kesulitan biasanya mulai menyesuaikan diri dan dapat merespons tanpa harus menunggu waktu habis. Instruktur terpaksa berhenti memainkan permainan setelah mereka terbiasa dan dapat merespon dengan cepat.

Untuk mengetahui pendapat para siswa tentang permainan ini, profesor mengajukan beberapa pertanyaan pada tabel di atas sebelum mengakhiri permainan. Pada akhirnya, permainan ini dapat membantu perkembangan mereka sebagai individu yang kritis, percaya diri, dan bebas dari kecemasan. (***)