Surabaya – Dosen Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) memberikan pelatihan selfcare bagi santri di Pondok Pesantren As-Syafiiyah Sidoarjo, beberapa waktu lalu. Kegiatan ini untuk mengantisipasi terjadinya skabies di pondok pesantren.
Dosen Unusa itu adalah Khamida, SKep, Ns, MKep (Keperawatan), Andikawati Fitriasari, S.Kep, Ns., MKep (Keperawatan) dan dr Meidyta Sinantryana Widyaswari, Sp.DV, FINDVSV dibantu beberapa mahasiswa.
Seperti diketahui pesantren di Indonesia memiliki masalah klasik terkait kesehatan santri, salah satunya yang banyak terjadi di pondok pesantren dan identik dengan kehidupan santri, adalah skabies.
Kebiasaan tidak sehat menjadi penyebab penularan skabies atau kudis di pondok pesantren, seperti menggantung pakaian di kamar, tidak memperbolehkan pakaian dalam santri wanita dijemur di luar ruangan, saling bertukar pakaian dan benda pribadi, seperti sisir dan handuk dan sebagainya.
Kebersihan individu yang kurang memadai dan sampah yang berserakan di lingkungan pesantren akan mengganggu nilai estetika dan kenyamanan bagi para penghuninya. Pendidikan kesehatan, pemeriksaan rutin dan pengobatan bagi yang sakit telah dilakukan pesantren, namun upaya tersebut belum dapat mengatasi kejadian skabies sepenuhnya.
Prevalensi skabies di dunia masih tergolong tinggi yaitu berkisar 455 juta kasus pertahun (WHO, 2019). Pada 2017 skabies telah ditambahkan World Health Organization (WHO) ke daftar Neglected Tropical Disease (NTDs).
Analisis Global Burden of Disease (GBD) memperkirakan bahwa skabies menyebabkan sekitar 3-8 juta disability-adjusted life years (DALYs) (Vos et al., 2016). Skabies menyebabkan beban morbiditas yang disesuaikan dengan usia, mirip dengan haemophilus influenza, meningitis type B dan leukemia limfoid akut.
Skabies merupakan penyakit kulit dengan urutan ke 3 di Indonesia. Prevalensi skabies di seluruh Indonesia antara 4,6-12,95%. Skabies menduduki peringkat ke-7 dari 10 penyakit utama di Puskesmas dan menempati urutan ke-3 dari penyakit kulit tersering di Indonesia (Pusat Data dan Informasi, 2020).
Tim pengabdian masyarakat Unusa pun menggelar edukasi untuk memberikan solusi masalah kesehatan di pesantren. Pesantren yang menjadi target adalah Pondok Pesantren As-Syafiiyah Sidoarjo.
Ketua Tim Pengabdian Masyarakat, Khamida mengatakan, pondok pesantren As Syafiiyah Sidoarjo memiliki santri sekitar 300 santri. Hasil wawancara tehadap salah satu pengurus pesantren menyatakan bahwa santri mengalami skabies merupakan hal yang biasa/lazim. “Karena saling pinjam meminjam baju, handuk, alat sholat itu adalah hal yang biasa dan merupakan bentuk sholidaritas antar teman di pesantren,” ujarnya.
Karena itu kata Khamida, pihaknya ingin memberikan solusi permasalahan masyarakat pesantren As Safiiyah Sidoarjo dengan memberikan edukasi, pelatihan sekaligus pendampingan keder poskestren terkait upaya pencegahan skabies.
Juga Mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dalam perguruan tingi sesuai dengan urgensi kebutuhan masyarakat pesantren guna mencegah skabies dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pesantren.
“Karena permasalahan di pesantren itu juga sangat banyak. Dari hasil wawancara dengan kader poskestren di pesanten As Syafiyah Sidoarjo ada banyak masalah kesehatan di sana,” tutur Khamida.
Permasalahan itu, di antaranya persepsi yang salah tentang skabies, yaitu santri beranggapan bahwa skabies merupakan hal biasa terjadi pada santri, santri yang mengalami skabies berarti ilmunya telah masuk.
Banyak dijumpai santri memisahkan konsep bersih dan suci. Seringkali santri hanya mementingkan kesucian dan terkadang tidak memfokuskan pada aspek kesehatan. Misalnya sarung atau baju yang dipakai sholat tidak dicuci berhari-hari karena masih suci belum terkena najis
Karenanya para dosen itu menawarkan solusi agar permasalahan kesehatan bisa diatasi. Di antaranya pemberdayaan kader kesehatan dengan pemberian edukasi, pelatihan dan pendampingan terkiat pencegahan skabies yang akan diimplementasikan dalam pengabdian masyarakat di pesantren As Syafiiyah Sidoarjo. (***)