Aktivis Pondok yang Bertekad Kuat Jadi Dokter

ENAM tahun menuntut ilmu di pondok pesantren (Ponpes) tidak menyurutkan M. Jauhan Farhad untuk mewujudkan cita-citanya sejak kecil untuk menjadi dokter. Setelah menjalani masa pengabdian selama setahun di Ponpes dan sempat kuliah di Prodi Pendidikan Agama Islam, ia tetap berkeinginan menjadi dokter. Tidak mudah, untuk bisa diterima di Fakultas Kedokteran, ia mengakui harus mengikuti seleksi masuk hingga sembilan kali.

Satu dari sebelas dokter baru Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) yang diambil sumpahnya pada Rabu (24/5) siang merupakan seorang santri lulusan Pondok Modern Darussalam Gontor sekaligus aktivis Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unusa. Dia adalah M Jauhan Farhad.

Berbeda dengan teman-teman sejawatnya di ponpes, pria kelahiran Maret 1996 itu mengungkapkan bahwa kedokteran memang menjadi minat dirinya dan menjadi tujuannya setelah lulus dari ponpes. Selain itu, kedokteran juga merupakan studi yang diarahkan dan didukung oleh orang tuanya.

Anak kedua dari lima bersaudara ini menceritakan, perjalanannya masuk program studi kedokteran ditempuh setelah mondok selama enam tahun dan melakukan pengabdian selama setahun. Sebelum masuk kedokteran, Jauhan sempat kuliah di UIN Malang pada Prodi Pendidikan Agama Islam untuk mengisi waktu kosongnya.

“Setelah mengabdi dari pondok, kedokteran memang menjadi tujuan saya untuk jenjang karier ke depan. Selama perjalanan masuk di kedokteran, saya melewati beberapa kali tes masuk atau seleksi di beberapa perguruan tinggi, hingga kemudian diterima di kedokteran Unusa. Total saya harus melewati sembilan kali seleksi sebelum akhirnya diterima di FK Unusa,” tuturnya, Rabu (23/5).

Di tahun pertamanya menjalani pendidikan profesi dokter, Jauhan mengungkapkan bahwa yang menjadi tantangan adalah adaptasi dalam peralihan dari koas online ke koas offline.

“Awal menjalani koas pendidikan itu terjadi saat pandemi COVID-19, jadi beberapa bulan pertama kami diajarkan praktik melalui koas online dan kami tidak tahu penerapannya secara langsung. Kemudian setelah itu berkesempatan koas langsung di rumah sakit, dan itu menjadi tantangan harus menerapkan praktik langsung dari ilmu yang kita dapat selama bimbingan online,” jelasnya.

Walau sempat merasa kebingungan, namun perjalanan koas tersebut dijalani Jauhan dengan baik dan lancar. Ia juga menceritakan selama koas, yang menurutnya penuh tantangan adalah saat menjalani koas di stase ilmu penyakit dalam, jantung, dan paru. Dalam ketiga stase tersebut, Jauhan harus menghafal lebih banyak materi daripada stase yang lain.

“Stase ilmu penyakit dalam menjadi stase yang sulit dan penuh tantangan tapi sekaligus menjadi stase yang ujiannya enak, walaupun materinya banyak tetapi dokternya sangat kooperatif, tapi kalau ujian yang paling berat menurut saya adalah ujian CBT dan OSCE,” ucapnya.

Putra pasangan Muh Fathoni dan Wasiah itu mengungkapkan, setiap hari merupakan tantangan baru yang harus siap dihadapinya bersama rekan sejawatnya selama menjalani pendidikan profesi dokter. Karena ketika sudah berada di rumah sakit, mahasiswa koas harus sudah siap membantu dokter konsulen dan harus bersikap ramah menghadapi pasien.

“Selama koas, pengalaman yang sangat berkesan bagi saya saat bisa berinteraksi secara langsung dengan pasien. Walaupun begitu, ada juga pengalaman ditegur dokter konsulen karena miskomunikasi dengan pasien. Tapi justru itu merupakan pengalaman membanggakan saya dapat memperoleh banyak ilmu selama menjalani studi profesi dokter,” tutur Jauhan.

Selama menempuh pendidikan dokter di Unusa, Jauhan termasuk mahasiswa yang aktif dalam berbagai kegiatan atau event di kedokteran Unusa, serta sering menjuarai beberapa lomba. Tak hanya itu, selain menjadi anggota divisi media BEM Universitas, ia juga seringkali menjadi Master of Ceremony (MC) hingga moderator.

Beberapa prestasi yang diperoleh Jauhan antara lain juara satu Buzz Prize Festival Internasional Film Pendek “Finpret” Paris-Prancis 2018; Mahasiswa Berprestasi Piagam Penghargaan Yarsis 2018; Delegasi Unusa pada Musabaqoh Tilawatil Qur’an-Mahasiswa Nasional Cabang Debat Bahasa Arab – Universitas Barwijaya 2017; Delegasi Unusa Musabaqoh Tilawatil Qur’an-Mahasiswa Regional Cabang Debat Bahasa Arab Universitas Jember 2018; Juara satu Video Kreatif Perpustakaan – Library Unusa 2018; Juara satu Foto Instagram-Library UNUSA 2018; Juara satu Lomba Debat Bahasa Arab Lustrum Unusa 2018; Juara satu Lomba Debat Bahasa Arab Diesnatalis Unusa 2017; Juara tiga Lomba Education Dance Diesnatalis UNUSA 2018; Peserta Terbaik Workshop Pelatihan Public Speaking HMJ Kimia Unesa 2018; Juara satu Lomba Poster Ilmiah “Holistic” Universitas Halu Oleo-Kendari 2019; dan Finalis 10 Besar Ajang Pentas Inovasi Kesehatan Indonesia Healthcare Innovation Award IHIA VI Kategori Alat Kesehatan 2022. (Humas Unusa)