Miliki Kesamaan Fokus Ponpes, Para Pemain Film Hati Suhita Meet and Greet di Unusa

Surabaya – Selama ini Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) memiliki tugas untuk menjadi kampus yang Rahmatan lil Alamin, salah satunya untuk mendampingi Pondok Pesantren (Ponpes), khususnya di bidang kesehatan. Terlebih Unusa memiliki program Pos Kesehatan Pondok Pesantren (Poskestren) yang dikawal Fakultas Kedokteran (FK), dan program-program lainnya.

Melihat kontribusi Unusa kepada Pondok Pesantren yang sangat besar, sehingga mempunyai kesamaan yang mendasar dengan Film layar lebar produksi Starvision yang berjudul Hati Suhita. Film ini adalah adaptasi dari novel best-seller karya Khilma Anis.

Hadirnya novel dengan latar belakang Pondok Pesantren ini mampu menghipnotis banyak orang dan meledak di pasaran. Ceritanya memikat dan terasa sangat dekat, lantaran sang penulis, Ning Khilma, memang dilahirkan dan dibesarkan di lingkungan Pesantren.

Wakil Rektor 1 Unusa, Prof. Kacung Maridjan, Ph.D., mengungkapkan, bahwa Hati Suhita merupakan salah satu karya sastra Khilma Anis yang menarasikan perempuan, dan menggiring pembaca kepada kemegahan pesantren dengan hiruk-pikuk domestifikasi rumah tangga. Penulis juga berkisah tentang bagaimana relasi pesantren dengan dunia luar yang dipotret secara apik melalui hadirnya aktivis perempuan, Ratna Rengganis.

“Novel ini membicarakan kekuatan cinta, relasi laki-laki dengan perempuan dalam kehidupan pesantren modern, juga pesantren dengan transformasi pengembangannya. Sehingga dapat dijadikan Sebagian visualisasi kondisi di Pondok Pesantren saat ini,” ungkapnya di Auditorium lantai 9 Tower Unusa Kampus B Jemursari Surabaya, Jumat (12/5).

Kacung menambahkan, kenapa dipilihnya Unusa sebagai tempat lokasi Meet and Greet para pemain, penulis, dan sutradara film ini, yakni Unusa dipandang memiliki kesamaan visi dan misi, khususnya kaitannya dengan pondok pesantren. Berbagai kegiatan dan program-program yang ditawarkan Unusa, selalu bersinggungan dengan pondok pesantren, baik level nasional, khususnya daerah Jawa Timur.

“Unusa juga fokus pendampingan di pondok pesantren, diantaranya kegiatan Pos Kesehatan Pondok Pesantren (Poskestren), Program Pesantren Bersahaja (Bersih, Sehat dan Harmonis di Jawa Timur), Program Community Based Learning (CBL) bagi Pondok Pesantren, Program Pelatihan Pembuatan Media Sjar Berorientasi Aswaja di Pondok Pesantren, Program One Pesantren One Produk (OPOP) Training Center Unusa, serta di tahun 2021, KKN Unusa terfokus pada pembangunan di beberapa Pondok Pesantren (Ponpes),” ungkapnya.

Penulis Skenario Film Hati Suhita, Alim Sudio mengungkapkan, bahwa pertama ditawarkan mengadaptasi kisah hati suhita, dirinya sempat ragu dengan premis yang ditawarkan oleh Pak Parwez. Terdengar klise dan “bukankah sudah ada kisah yang sama seperti ini?” tapi dia diyakinkan untuk mencoba membaca buku karya Ning khilma Anis dulu, sebelum memutuskan. 

“Karena bukunya sangat kaya akan pemahaman kultur Pesantren dan Jawa. Hati Suhita adalah hati siapapun yang menjadi pemimpin, yang merasakan tugasnya hadir di dunia ini, bukan hanya untuk berrumah tangga dan beranak pinak tapi juga turut berperan membangun negeri ini. Pilihan hidup yang dilematis seringkali terjadi dan bagaimana kita bijak menghadapi, dan memenangkan peperangan itu sendiri,” ungkapnya.

Penulis Novel Hati Suhita, Khilma Anis mengungkapkan, bahwa barangkali dia termasuk penulis yang paling beruntung di dunia; lahir dan besar di Pesantren, menulis tentang kehidupan Pesantren dan wanita Jawa yang sederhana, tapi karya saya itu dialihvisualkan dengan begitu ‘megah’ oleh Starvision.

Dia termasuk penulis yang paling beruntung di dunia; Starvision benar-benar memberikan semua yang terbaik untuk karyanya. Dia dipilihkan seorang sutradara, Mas Archie Hekagery yang penuh integritas sekaligus selalu mengakomodir keinginannya sebagai penulis.

“Saya tahu, membuat film yang mengangkat karakter perempuan Jawa dengan suasana yang modern dan menyenangkan, tentu tidak mudah. Bagi saya pribadi, selama ini film-film tentang wanita Jawa identik dengan suasana klasik. Film-film dengan suasana Pesantren, identik dengan suasana sakral dan kaku. Tapi di Film HATI SUHITA semuanya terasa menyenangkan. Penonton benar-benar dimanjakan oleh gambaran visual dan alunan kisahnya,” ungkapnya. (Humas Unusa)