Tonggak utama dalam kelangsungan hidup suatu bangsa salah satunya yakni nasionalisme. Tentunya, peran dari seluruh komponen bangsa memiliki pengaruh besar dalam membangun rasa nasionalisme, tak terkecuali Nahdlatul Ulama (NU) sebagai salah satu organisasi besar keagamaan di Indonesia. Menginjak usia yang telah mencapai 100 tahun, NU terus menjadi tonggak penguat dalam membangun semangat kebangsaan masyarakat khususnya bagi muslim Indonesia.
NU memiliki pengaruh besar dalam perjuangan bangsa Indonesia untuk mencapai kemerdekaan. Melihat besarnya pengaruh yang dapat diberikan, NU meletakkan nasionalisme sebagai salah satu fondasi keislaman. Bagi NU, fondasi utama keberlanjutan Indonesia sebagai bangsa yang berdaulat ialah gerakan nasionalis yang religius.
Rasa nasionalisme mencapai titik puncaknya setelah KH Hasyim Asyari, sebagai sosok pendiri NU, memfatwakan resolusi jihad pada Oktober 1945 yang pada intinya menyatakan bahwa merupakan suatu kewajiban bagi mereka yang sudah akil baliguntuk ikut berjuang membela tanah air.
Membawa konsep hubbul wathon minal iman, NU mengajak para pemuda bangsa untuk meningkatkan semangat juang yang tinggi dalam membela bangsa dan negara. Konsep cinta tanah air adalah sebagian dari iman merupakan wujud kesadaran pendiri NU dalam membangkitkan semangat nasionalisme muslim Indonesia.
Perjuangan fisik bukan hanya dilakukan oleh kalangan tentara, tetapi juga mengobarkan semangat nasionalisme kalangan santri yang tergabung dalam laskar Hizbullah dan Sabilillah dalam pertempuran mengusir pasukan koloni untuk mempertahankan kemerdekaan. Hal tersebut mencerminkan nasionalisme yang menggelora di kalangan rakyat Indonesia, tidak terlepas dari peran utama NU.
Melansir dari laman Detik, mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Periode 2010-2022, Prof Dr KH Said Aqil Siroj, MA, pada Muktamar ke-34 NU mengungkapkan bahwa rasa nasionalisme dan agama adalah dua unsur yang tidak berseberangan dan memang sudah seharusnya saling menguatkan.
Dalam penguatan nilai-nilai nasionalisme kemanusiaan, NU terus berusaha menampilkan Islam sebagai agama dan peradaban yang menghargai pluralisme dan menjunjung tinggi emansipasi kemanusiaan. Upaya tersebut sebagai bentuk menangkal radikalisme dan intoleransi yang sedang marak di Indonesia, serta memberikan pemahaman kepada segenap lapisan masyarakat mengenai Islam yang tidak pernah mengajarkan melakukan kekerasan.
Selain itu, kemajuan teknologi yang ada pada saat ini menjadi fenomena yang tidak dapat dihindari. Tak jarang, dampak tersebut berakibat juga pada memudarnya rasa nasionalisme di kalangan generasi muda dan penurunan moralitas masyarakat.
Menelaah fenomena yang ada, NU tidak berhenti melakukan pengupayaan untuk membangkitkan semangat nasionalisme, utamanya generasi milenial. Demikian pula, NU diharapkan terus menyerukan pentingnya menjaga kesatuan bangsa di tengah masyarakat majemuk dan menjadi tonggak penguat nasionalisme di masa yang akan datang. (Nusa/Humas)