Sivitas Akademika Unusa Gelar Nuzulul Quran

Surabaya – Universitas Nahdaltul Ulama Surabaya (Unusa) menggelar acara nuzulul quran dengan menghadirkan Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jatim, KH Marzuqi Mustamar. Acara ini digelar secara online melalui aplikasi Zoom dan Youtube, Kamis (29/4). Acara ini diikuti seribu peserta dari sivitas akademika Unusa.

Rektor Unusa, Prof. Dr. Ir. Achmad Jazidie, M.Eng menyambut baik acara nuzulul quran ini, karena sebagai salah satu upaya Unusa untuk memperkaya, mempertinggi dan memperdalam ilmu ke islaman segenap sivitas akademika Unusa. Melalui acara ini, dirinya berharap mendapatkan ridho Allah SWT. “Setiap memperingati hari besar islam, kita tidak pernah bosan, dan selalu memperingatinya dengan suka cita, serta penuh semangat,” ungkapnya, Kamis (29/4).

Sebagai manusia biasa, Jazidie memperingatkan jangan hanya menumpuk pengetahuan keislaman saja. “Harus kita terapkan pada diri kita dalam kehidupan sehari-hari,” ungkapnya.

Sementara itu, Ketua Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jatim, KH Marzuqi Mustamar menjelaskan, jika keorisinilan Al Quran sejak zaman Nabi Muhammad SAW tetap sama. Rasulullah selalu membawa sahabat nabi, khusus mencatat wahyu Allah.

“Setelah Nabi Muhammad wafat, tepatnya saat pemerintahan Abu Bakar, para sahabat mengumpulkan lembaran mushaf tersebut untuk menuliskan ayat Al-Quran, setelah Perang Yamamah terjadi. Perang tersebut membuat banyak sahabat penghafal Quran mati syahid. Sehingga, sebagian sahabat khawatir ayat Al-Quran akan menghilang,” ucapnya.

Salah satu sahabat yang merasa khawatir adalah Umar bin Khattab yang langsung mengadukan hal tersebut kepada Abu Bakar dan mengusulkan untuk menyusun Al-Quran menjadi sebuah kitab. Sayangnya, Abu Bakar menolak karena menganggap Rasulullah tidak melaksanakan atau mengamanahkan hal tersebut.

“Namun, setelah beberapa waktu, akhirnya Abu Bakar menyetujui hal tersebut, lalu mengundang Zaid bin Tsabit dan menunjuknya sebagai ketua pelaksana. Zaid yang awalnya menolak seperti Abu Bakar pun akhirnya menyetujui ide tersebut,” ucapnya.

Mengumpulkan Al-Quran tentu saja bukan tugas yang ringan, hal ini dikarenakan Zaid dibantu oleh banyak sahabat untuk menyelesaikannya. Mereka berupaya mengumpulkan lembaran Al-Quran yang tersebar di berbagai tempat dan media. “Lembaran yang sudah terkumpul itu diserahkan kepada Abu Bakar hingga wafat,” ungkap Marzuqi.

Selanjutnya, tugas tersebut dilanjutkan kembali oleh Umar bin Khattab sebagai khalifah setelah Abu Bakar. “Setelah Umar meninggal, lembaran Al-Quran yang sudah terkumpul tersebut dijaga oleh Hafshah, istri Utsman bin Affan sekaligus putri Rasulullah,” jelas Marzuqi.

Pada masa pemerintahan Utsman, seorang sahabat yang bernama Hudzaifah datang kepada Utsman dan menyampaikan kondisi umat Islam saat itu. “Dimana banyak umat Islam yang saling berselisih paham mengenai Al-Quran,” ungkapnya.

Menanggapi masalah tersebut, Utsman memutuskan untuk meminta Hafshah membawakan lembaran Al-Quran yang ada padanya. Selanjutnya, Utsman memberikan lembaran tersebut kepada Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Zubair, Ibnu Abbas, dan Abdullah bin Haris untuk menyalin al-Quran tersebut menjadi satu kitab.

“Hasil dari salinan tersebutlah yang dikenal sebagai Al-Quran dengan kaidah Rasm Usmani atau Al-Quran yang ditulis dengan gaya penulisan Khalifah Utsman bin Affan. Al-Quran dengan kaidah Rasm Usmani masih terus dipakai sampai saat ini di berbagai belahan dunia,” ungkapnya. (sar humas)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *