Surabaya – Di tengah Pandemi Covid-19 yang belum ada tanda-tanda bakal mereda, sekaligus untuk melengkapi model pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau daring, Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) membuat terobosan baru dengan meresmikan dua laboratorium yang dapat digunakan untuk semua fakultas dan prodi. Dua laboratorium itu masing-masing Lab. Virtual Reality dan Lab. Microteaching.
Dua laboratorium ini diresmikan oleh Ketua Yayasan, Prof Dr Ir Mohammad Nuh DEA., Jum’at (5/2) siang. “Laboratorium ini disiapkan untuk menjawab kegelisahan para dosen dan juga mahasiswa, terkait dengan mata kuliah yang mensyaratkan dan mewajibkan adanya praktikum. Karena hampir semua program studi ada praktikum, maka dua laboratorium ini dapat dimanfaatkan untuk semua fakultas dan program studi,” kata Nuh dalam sambutannya, Sabtu (6/2).
Hadir dalam persemian tersebut Ketua LLDikti Wilayah 7 Jatim, Prof Dr Ir Suprapto DEA, sedang Dirjen Dikti Prof Ir Nizam, M.Sc., DIC,Ph.D dan Prof Drs Mohammad Nasir, Ak.M.Si, Ph.D, sebagai Ketua LPTNU Pusat, hadir secara daring.
Seperti diketahui, dimasa Pandemi Covid-19 –dimana protokol kesehatan membatasai kontak langsung dan meminimalisir kerumunan– menyebabkan kegiatan praktikum menjadi kendala. Di sisi lain, kegiatan praktikum pada beberapa materi perkuliahan, menjadi prasyarat mutlak dalam menentukan kelulusan mahasiswa.
Akankah dengan kondisi seperti ini mengorban kualitas pembelajaran, yang bermuara pada keluaran lembaga pendidikan yang tak berkualitas? “Tentu tidak. Unusa menyiapkan semuanya itu melalui dua laboratorium ini yang tidak hanya untuk praktikum melalui virtual reality, tapi juga menyiapkan bahan ajar pada laboratorium microteaching,” katanya.
Nuh menjelaskan, selain bisa dimanfaatkan secara bersama-sama, Lab ini sekaligus bisa disetup sebagai production house (PH) untuk menyiapkan materi pembelajaran daring. “Sepengetahuan saya dan informasi dari vendor, teknologi dan perangkat yang disediakan di lab microteaching ini baru Unusa yang menggunakannya di Indonesia. Kami ingin mengenalkan sekaligus mengajak mahasiswa memanfaatkan teknologi terkini,” katanya.
Nuh menjelaskan, keunggulan lab microteaching yang pertama di Indonesia digunakan di lingkungan lembaga pendidikan adalah karena memiliki interactive board sebagai pengganti white board.
Interactive board adalah sebuah perangkan layaknya TV berukuran 50 sampai 80 inch dengan kemampuan touch screen.
Dinamakan interactive board karena pengguna bisa langsung berinteraksi dengan apa yang ditampilkan di papan tersebut seperti, presentasi, video, dan lain lain. Selain itu agar mempermudah tenaga pengajar dalam menjelaskan suatu materi di lengkapi pula dengan teknologi bernama lightboard.
“Cara kerja teknologi ini cukup sederhana, mirip dengan papan tulis pada umumnya, namun alih-alih menggunakan papan, light board menggunakan kaca, sehingga tembus pandang,” katanya.
Secara terpisah Rektor Unusa, Prof Dr Ir Achmad Jazidie M.Eng., mengatakan, pihaknya sangat berterima kasih atas upaya pihak yayasan yang ikut memikirkan terhadap kebutuhan mendesak di tengah keterbatasan proses pembelajaran daring terkait dengan pelaksanaan praktikum.
“Kini praktikum tidak lagi menjadi kendala. Melalui lab virtual reality mahasiswa bisa melakukan praktikum secara virtual. Sementara di lab microteaching, mahasiswa bisa melakukan praktik mengajar yang sesungguhnya, sedang dosen bisa mensetup lab-nya untuk PH menyiapkan materi perkuliahan untuk daring dengan lebih baik,” katanya.
Dikatakannya, Unusa berusaha untuk bisa beradaptasi dengan kondisi ke kinian, tapi juga dibarengi dengan tindakan kreatif.“Rasanya menghadapi Pandemi Covid-19, pengelola lembaga pendidikan tak hanya dituntut mampu beradaptasi tapi juga kreatif dan inovatif. Kehadiran Lab virtual reality adalah contoh kecil dalam memberikan jawaban terhadap model pembelajaran konvensional dalam hal praktikum, yang mewajibkan peserta didik hadir dalam satu laboratoroium untuk melakukan berbagai macam percobaan,” kata
Jazidie menjelaskan.
Diungkapkan Rektor, Unusa mencoba menembus kebuntuan model pembelajaran konvensional, dalam hal ini praktikum di laboratorium dengan memanfaatkan teknologi virtual reality (VR). Sebagai perguruan tinggi swasta yang memiliki program studi dominan di bidang kesehatan, dimana praktikum menjadi prasyarat mutlak, Unusa terpikir untuk membuat terobosan dalam pembelajaran terkait dengan praktika mahasiswa. Ada cukup banyak pilihan yang hendak dilakukan, tapi pilihan terakhir jatuh pada pemanfaatan teknologi VR. Beberapa pertimbangannya antara lain, melalui pemanfaatan VR, mahasiswa sekaligus dituntut untuk melek terhadap Teknologi Informasi dan Komunikasi. sehingga mahasiswa memiliki digital literacy yang memadai.
“Kini di Lab VR sedikitnya sudah memiliki tujuh paket modul praktikum untuk mahasiswa kedokteran, keperawatan serta mahasiswa kebidanan. Ke depan paket modul praktikum ini akan terus ditambah, dan karena didesain sendiri oleh Unusa, maka modul-mudul ini sekaligus akan dipatenkan,” katanya. (HUMAS UNUSA)