Surabaya – Dosen Sistem Informasi Fakultas Teknik (FT) Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) Rizqi Putri Nourma Budiarti menilai pengembangan laboratorium smart microteaching pendukung kampus merdeka.
Rizqi menjelaskan meningkatnya angka korban virus Covid-19 saat ini mulai mempengaruhi beberapa sektor. Salah satunya sektor pendidikan dimana masih tidak memungkinkan untuk dilaksanakan pembelajaran dengan tatap muka di sekolah maupun kampus. Sehingga untuk saat ini pembelajaran masih dilakukan secara daring.
“Dengan pembelajaran daring, perguruan tinggi dituntut untuk lebih kreatif dalam melakukan pembelajaran. Dimana untuk melakukan hal tersebut akan mengalami beberapa permasalahan antara lain: koneksi Internet, perangkat, SDM, serta materi yang diajarkan juga perlu kreatifitas supaya murid atau mahasiswa bisa melaksanakan school from home (SFH),” jelas Rizqi, Minggu (17/1).
Permasalahan yang lebih krusial adalah materi praktikum dimana hal tersebut akan sulit dilakukan dengan pembelajaran daring. Walaupun dengan adanya perangkat lunak informasi teknologi yang ada seperti Google classroom, zoom, powerpoint, flash dan yang lainnya, namun apakah para pendidik sudah dapat memberikan pembelajaran dengan standar yang baku untuk pembelajaran daring. “Selain itu apakah permasalahan-permasalahan tersebut tidak dialami oleh sistem pembelajaran kampus merdeka,” jelasnya.
Ada berbagai cara dosen/pengajar dalam memberikan solusi untuk permasalahan diatas. Walaupun belum bisa menyelesaikan seluruh permasalahan secara global, solusi yang ditawarkan adalah dengan mengembangkan laboratorium Smart MicroTeaching sebagai pendukung Kampus Merdeka.
Dimana microteaching menurut Allen dan Eve, 1968 merupakan Sistem pengajaran dengan praktek dengan memberikan pelatihan yang singkat namun terfokus pada perilaku pengajaran yang menitikberatkan pada prosedur.
Teknik ini digunakan dan dapat memberikan umpan balik secara langsung terhadap pengajaran yang dilakukan pengajar. Istilah Microteaching muncul sekitar tahun 1980 -1990, dimana microteaching digambarkan dengan pengajaran yang tersistem dimana kurang bergantung pada teknologi.
“Walaupun awal microteaching ini mulai dikembangkan dari negara berkembang dengan adanya penggunaan simulasi pengajaran yang menitikberatkan pada efektifitas pelatihan atau bahkan ruang lingkup yang lebih kecil,” jelas Rizqi.
Hal ini mulai berdampak pada kebutuhan pendidikan guru di negara-negara berkembang. Dengan adanya teknologi dan inovasi yang semakin maju, modernisasi microteaching mengalami perkembangan konsep pengajaran dasar pada microteaching yang secara bertahap mengalami perubahan. Ada berbagai tipe microteaching, diantaranya:
Microteaching secara mandiri, dimana guru secara berkesinambungan antara peran pengajar dan mahasiswanya.
Microteaching mandiri berkelompok, dimana pembelajaran dan pengajaran dilakukan empat atau lebih pengajar.
Microteaching dengan observasi dan evaluasi 2+2, dimana ketrampilan pengajaran diperkenalkan dalam bentuk pelatihan diataranya tatap muka, presentasi multimedia, dan pemberian materi cetak. Proses microteaching yang telah diajarkan nantinya menggunakan protocol 2 + 2, 2 nilai positif dalam microteaching dan pemberian 2 nilai sebagai saran yang difokuskan dalam microteaching. Evaluasi dilakukan oleh supervisor ataupun rekan kerja agar dapat memberikan manfaat dan semakin terlatih dalam pelaksanaan pelajaran singkat, terpantau dan terdapat nilai umpan balik.
Microteaching dengan flesibilitas dimana dilakukan per kelompok dan pada setiap kelompok melakukan belajar mandiri dengan microteaching, membuat jadwalnya sendiri, lokasi sendiri, dan pengaturan prosedur microteaching ditentukan sendiri sesuai hasil umpan balik dari proses microteaching mandiri tersebut. Hal ini lebih menekankan pada penghematan sumber daya dan support system yang digunakan.
Online Microteachin atau dikenal dengan Microteaching berbasis multimedia, seperti pengajaran dengan penggunaan youtube. Mark abendroth, dkk menjelaskan bahwa dengan penggunaan video dapat membantu mendorong kesiapan pengajar dalam melakukan pengajaran yang terpusat pada siswa yang diajarkan dan sangat efektif dengan konten pembelajaran yang memperkaya umpan balik penilaian mereka terhadap kesiapan pengajar.
Untuk solusi smart microteaching yang beberapa hal yang bias dilakukan diantaranya adalah pengembangan dari online microteaching. Dimana dengan menambahkan teknologi pengajaran menggunakan metode “lightboard” dan perangkat-perangkat smart education. Tujuan dari smart microteaching disini adalah untuk membantu para pengajar konvensional tanpa harus dibingungkan dengan teknologi IT yang bagi mereka perlu pembelajaran lebih lanjut.
Metode “lightboard”, dengan metode ini pengajar cukup menggunakan papan bening yang ditangkap oleh kamera. Sehingga dengan metode ini, dengan bermodal spidol berpendar dapat melakukan pengajaran dengan metode seperti mengajar di papan tulis. Selain itu sistem ini mampu digabungkan dengan teknologi IT lainnya seperti menampilkan presentasi berupa multimedia dan juga dengan live online.
Sedangkan untuk penggunakan perangkat smart education dapat menunjang smart microteaching. Beberapa perangkat yang digunakan antara lain Samsung Flip, dimana perangkat tersebut dapat digunakan sebagai perangkat whiteboard, yang terhubung dengan internet dan terintegrasi dengan perangkat IT lainnya sehingga mampu menampilkan presentasi maupun multimedia lainnya. Untuk perangkat ini kampus Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya sudah memiliki kerjasama dengan vendor perangkat tersebut.
Apa yang dimaksud dengan Lab Smart Microteaching?, Lab Smart Microteaching adalah laboratorium atau ruang kelas yang dipergunakan untuk membantu pengajaran Online Microteaching yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pengajaran di kampus selama masa pandemic covid19 sebagai support pengajar atau dosen di masa seperti saat ini. Semoga Pandemic segera berakhir dan pengajaran dengan tatap muka juga bisa terlaksana kembali. Tetap taati protocol kesehatan dan Salam Sehat Untuk Kita Semua. (sar humas)