Ditengah Pandemi Covid-19, UMKM Berbasis Pesantren Akan Bangkit

Surabaya – Dosen Fakultas Ekonomi Bisnis (FEB) Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) Moh Ghofirin M.Pd adanya pandemi covid-19 ini Usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) berbasis pesantren akan bangkit.

Ghofirin menilai UMKM mengalami berbagai permasalahan, mulai dari penurunan omzet penjualan, kesulitan mendapatkan pembiayaan, permasalahan distribusi barang hingga kesulitan mendapatkan bahan baku produk.UMKM eksportir merupakan yang paling banyak terpengaruh oleh pandemi covid-19, disusul kemudian secara berturut-turut UMKM yang bergerak dalam sektor kerajinan dan pendukung pariwisata serta sektor pertanian.

“Pada level pengusaha, UMKM yang paling terdampak covid-19 adalah pedagang besar dan pedagang eceran, disusul UMKM penyedia akomodasi, makanan minuman dan industri pengolahan,” jelas Ghofirin, Selasa (15/12).

Ghofirin yakin dengan adanya optimisme yang lebih dari dimana Pesantren memiliki captive market yang dapat diandalkan sebagai pergerakan perekonomian di lingkungan Pesantren. “Ada beberapa aspek atau komponen yang membuat UMKM berbasis pesantren ini bisa tumbuh,” jelasnya.

Setidaknya ada tiga komponen Pondok Pesantren yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari ekosistem bisnis di Pesantren. Pertama, Santri dimana pesantren di Jawa Timur memiliki Santri dengan jumlah kurang lebih 1 juta Santri. Sudah barang tentu Santri tidak sendirian, namun ada orang tua dan keluarga yang menyertai.

“Sehingga hal ini menjadi potensi pasar yang luar biasa serta produk yang dihasilkan oleh Pesantren dapat dinikmati oleh Santri beserta Keluarganya, bahkan ada fanatisme yang bisa dibangun sebagai kekuatan emosional dalam pengembangan produk di Pesantren. Fanatisme ini tentu menjadi keuntungan tersendiri bagi UMKM berbasis Pesantren,” jelas Pria yang menjabat sebagai Ketua Humas Unusa.

Kedua, Jumlah Pesantren di Jawa Timur menjadi kekuatan dan pasar potensial dimana kluster produk yang dihasilkan pesantren diantaranya Kluster Hasil Pertanian, Peternakan, Perikanan, Perkebunan, Industri Makanan Minuman, Pakaian, Kerajinan, Alat Rumah Tangga, Jasa, Pariwisata, hingga Teknologi Informasi. Jika dioptimalkan tentu hal ini menjadi kekuatan yang luar biasa. “Antar Pesantren bisa melalakukan transaksi Bilateral dengan bekal tagline yang bisa diusung adalah dari pesantren, oleh Pesantren, dan untuk Pesantren,” jelas Ghofirin.

Pesantren penghasil pertanian bisa transaksi dengan Pesantren penghasil perikanan. Pesantren penghasil perkebunan bisa bertansaksi dengan Pesantren penghasil Pakaian, Kerajinan, Teknologi Informasi dan seterusnya.

Ketiga, setiap tahun Pesantren meluluskan Ribuan Santrinya diantara para lulusan kemudian menjadi Guru ngaji, Da’i dan Kyai. Namun, tidak sedikit yang berprofesi sebagai entrepreneur. Berbeda dengan alumni institusi Pendidikan lainnya dimana alumni pesantren memiliki hubungan emosional yang sangat erat dengan Kyai dan Pesantrennya. “Kekuatan inilah yang menjadi potensi luar biasa untuk menjadi trigger kebangkitan UMKM berbasis Pesantren. Para Alumni dapat menjadi bagian mata rantai bisnis berbasis Pesantren. Peran Alumni cukup penting dalam suppy chain produk di Pesantren,” jelas Ghofirin.

Alumni juga bisa menjadi distributor dan agen produk-produk yang dihasilkan oleh Pesantren. Di samping itu Alumni bersinergi dengan masyarakat dapat mengembangkan bisnis yang tidak hanya berioentasi pada profit namun juga berorientasi sosial.

“Berangkat dari kekuatan tersebut, sudah saatnya kita semua memberi perhatian kepada Pesantren dan Potensi Usahanya dengan adanya Program One Pesantren One Product (OPOP) menjadi salah satu cara menaikkan kelas UMKM Berbasis Pesantren,” ucap Ghofirin.

Melalui Program OPOP, geliat ekonomi berbasis Pesantren dapat terus didorong dan dikembangkan untuk menjadi bagian dari referensi UMKM di Indonesia. Produk-produk Pesantren yang siap dipasarkan di tingkat lokal, nasional dan internasional harus diberi kesempatan seluas-luasnya. “Jika ada produk yang sedang kita pakai, sedang kita konsumsi, sedang kita gunakan, coba di cek, jangan-jangan itu produk Pesantren,” ungkapnya.

Askes permodalan menjadi suatu hal penting untuk turut mengangkat kemampuan usaha mikro, kecil dan menengah di Pesantren. Berbagai skema dapat digulirkan untuk memperkuat permodalan usaha di Pesantren, mulai skema hibah, pinjaman dana bergulir, CSR, pembiayaan perbankan dan non perbankan, hingga kerjasama antar entitas bisnis berbasis Pondok Pesantren.

“Untuk mewujudkan hal tersebut, sinergi dan kolaborasi 5 komponen perlu semakin ditingkatkan. Kolaborasi Pentahelix antara Akademisi, Pebisnis, Komunitas, Pemerintah dan Media mutlak diperlukan dalam mendorong Kebangkitan UMKM Berbasis Pesantren,” beber Ghofirin. (sar humas)