Orientasi dan Kuliah Umum PPG Daljab Unusa Membahas Pendidikan Abad 21

[et_pb_section][et_pb_row][et_pb_column type=”4_4″][et_pb_text]

Surabaya – Pendidikan Profesi Guru (PPG) bidang sekolah dasar (SD) dalam jabatan (Daljab) Tahap 1 tahun 2020 Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) menggelar orientasi dan kuliah umum, Jumat (7/8). Sebanyak 126 peserta PPG SD Daljab ikut dalam kuliah umum tersebut.

Acara ini diisi oleh tiga pemateri seperti Prof. Dr. Ir. K.H. Mohammad Nuh, DEA yang merupakan menteri pendidikan 2009-2014 serta praktisi pendidikan, Prof. Dr. H. Muchlas Samani, M.Pd. merupakan rektor Unesa 2010-2014, praktisi pendidikan lalu pernah menjabat sebagai pimpinan PPG, Prof. Kacung Marijan, Ph.D merupakan wakil rektor 1 Unusa bidang pendidikan. Acara ini digelar melalui aplikasi zoom.

Moderator, Akhwani, S.Pd., M.Pd. menjelaskan jika dalam acara ini merupakan orientasi dan kuliah umum untuk PPG bidang SD. Mengambil tema peran guru dalam pembelajaran abad ke-21 membuat kuliah umum ini menarik.

“Ditambah pemateri yang cukup berkompeten membuat peserta PPG SD Unusa termotivasi untuk menjadi guru yang baik kedepannya,” ucapnya, Jumat (7/8).

Akhwani menjelaskan pendidikan abad 21 ini mengarah pada TPAC (technological pedagogical content knowledge). Sehingga peran guru tidak hanya transfer of knowledge saja. “Kalau dalam pembelajaran guru hanya transfer pengetahuan, maka pada masanya guru akan tersingkirkan karena Google lebih mengetahui banyak hal,” ungkapnya.

Akhwani menjelaskan jika profesi guru merupakan pelukis wajah masa depan bangsa Indonesia. Sehingga mau diwarnai seperti apa, tergantung pada guru. “Dengan begitu guru harus menguasai banyak literasi” jelasnya.

Pentingnya pendidikan dilakukan secara utuh dengan bekal knowledge, skills dan attitude. “Dalam bahasa Ki Hadjar Dewantara dikenal dengan ngerti, ngeroso, ngelakoni,” jelas Akhwani.

Akhwani menjelaskan jika peserta didik atau siswa pada abad 21 merupakan digital native sementara guru sebagai digital immigrant. “Kondisi ini perlu adanya harmoni antara guru dan siswa,” ucapnya.

Akhwani menekankan jika tidak ada yang namanya siswa bodoh, semua anak memiliki potensi, dan potensi anak tidak bisa diukur hanya dengan pengetahuan saja. “Artinya anak yg nilai ulangan tinggi tidak menjamin attitudenya juga tinggi, sehingga guru harus mendidik anak sesuai zamannya,” jelasnya.

Dalam kerangka pembelajaran abad ke 21 literasi digital yang mencakup keterampilan teknologi, media dan informasi manjadi hal dasar yang harus dikuasai guru. “Menguasai konten materi dan kemampuan pedagogi saja tidak cukup dalam pembelajaran abad ke 21,” ungkap Akhwani. (sar humas)

[/et_pb_text][/et_pb_column][/et_pb_row][/et_pb_section]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *