Dosen FKIP Unusa Miliki Cara Sendiri Untuk New Normal di Sekolah

Surabaya – Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya, Edi Pujo Basuki, M.Pd memiliki cara tersendiri untuk menghadapi new normal di sekolah.

Edi menjelaskan new normal sekolah adalah sebuah jargon baru yang dimunculkan di masa pandemi Covid-19 ini. Sebuah wacana baru untuk sebuah kegiatan belajar mengajar yang selama dilaksanakan di rumah secara daring akan kembali ke sekolah.

“Dalam era new normal ini sekolah harus mematuhi protokol kesehatan yang ditentukan pemerintah serta dinas pendidikan,” ucap Edi, Kamis (4/6).

Mengadaptasi protokol kesehatan itu wajib diterapkan pihak sekolah untuk hadapi new normal yang akan diterapkan. “Dengan begitu bisa meminimalisir risiko human error yang terjadi di lapangan,” ucap Edi.

Edi menjelaskan beberapa cara sekolah yang harus diterapkan diera new normal. “Yang pasti menerapkan protokol kesehatan,” jelasnya.

Pertama yaitu pemenuhan protokol pertama dengan menjaga kebersihan tangan jadi sebelum masuk pintu gerbang sekolah dan pintu tiap area besar dibuat gerbang sterilasi otomatis. “Sehingga meminimalkan kemungkinan menempelnya virus covid-19,” ungkap Edi.

Kedua penyediaan timba dan sabun di area sosial yang besar kemungkinan berkumpulnya siswa. Dan tiap siswa membawa hand sanitizer mandiri dan bila dari keluarga tidak mampu bisa diberi oleh pihak sekolah secara gratis.

Dan bagi yang lupa, bisa membeli di koperasi, di mana koperasi ini mensuplai penyediaan alat kesehatan. Begitu juga pengadaan masker, memenuhi protokol nomor empat diatas, secara mandiri memakai masker dari rumah dengan jumlah secukupnya. Bila tidak mampu atau lupa bisa dibantu pihak sekolah.

Memenuhi protokol kelima dengan menjaga jarak. Sebelum masuk kelas, dibuatlah shift hybrid. “Jadi bisa dilakukan separuh masuk dan separuh lagi dilakukan secara daring,” ungkap Edi.

Pembagian siswa yang masuk bisa berdasar dari absen genap ganjil seperti separuh bisa melalui daring. Sehingga dengan shift tersebut, dipastikan ada space antar anak. “Ini diatur sedemikian rupa agar jarak terjaga,” jelas Edi.

Untuk teknis penanganan anak yang mendadak sakit, disesuaikan menurut level sakit si anak, bila ringan dibuatlah ruang isolasi tersendiri di dalam kelas, atau di luar kelas. Begitu juga level sakit menengah, siswa diperkenankan istirahat di UKS berdasar protokol kesehatan.

Apabila berat, sekolah mempunyai teknis protokol sendiri yang sigap menghubungi puskesmas terdekat atau mempunyai kendaraan sendiri sehingga penanganan siswa tiba – tiba sesak dan terjatuh bisa tertangani dengan cepat dan tidak terlambat.

Sedangkan dari pihak keluarga, melaksanakan protokol pengawasan dan tes kesehatan mandiri di rumah sehingga kesehatan anak bisa terpantau setiap hari.

Menjaga kesehatan, sebagai protokol ketujuh yakni tiap pukul 10.00 WIB, siswa diajak untuk berjemur di terik matahari pagi di lapangan, dengan menjaga jarak yang tepat. Bila tidak mencukupi, bisa dilaksanakan di area luas lainnya. Tiap hari secara rutin diadakan makan buah-buahan, sayuran dan makanan bergizi lainnya, dengan menjaga jarak yang tepat.

Hal ini tidak murah, sehingga perlu diadakan swasembada sendiri melalui bantuan pihak kesehatan, swasta, sekolah dan pihak keluarga. Perlunya asupan makanan bergizi ini untuk meningkatkan imun tiap siswa sehingga tidak menjadi ODP atau OTG. Yang tentu berbahaya bagi keluarga yang sedang isolasi mandiri di rumah.

Dalam kelas, guru membuat RPP atau lesson plan yang cermat, singkat namun mengena untuk mencegah kelelahan dan paparan virus yang lebih intens. Sehingga pola belajar mengajar tentu berbeda dengan biasanya. “Media pembelajaran juga disiapkan lebih cermat dan taktis agar tidak bertele-tele yang tentunya menghabiskan durasi waktu yang banyak,” jelas Edi.

Pembuat RPP yang bersahabat dengan protokol kesehatan seperti dibuat singkat karena jam pulang dipercepat, dipastikan siswa langsung pulang dengan cara adanya teknis komunikasi yang cermat antara pihak sekolah dan pihak keluarga. “Dengan menggunakan media sosial yang populer yaitu grup Whatsap bisa digunakan lebih maksimal untuk kegiatan pemantauan siswa tidak keluyuran,” Edi. (sar humas)