Surabaya – Melihat banyaknya produk yang dihasilkan Pondok Pesantren melalui Program One Pesantren One Product (OPOP) yang digagas Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur, pertengahan tahun 2019 lalu.
Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa resmi membuka One Pesatren One Product (OPOP) Mart yang ada di lokasi Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) OPOP Training Center, Unusa Kampus B Jemursari Surabaya.
Khofifah mengungkapkan, Unusa dipilih menjadi lokasi OPOP Mart lantaran sudah membuat training center untuk kesuksesan program OPOP Jawa Timur. Selain itu, Unusa sudah melakukan pendampingan di beberapa Pondok Pesantren. OPOP Mart merupakan hilirisasi produk-produk Pondok Pesantren yang berafiliasi dengan Program OPOP.
“Dari awal Unusa sudah memiliki komitmen kuat untuk mengawal program ini,” tutur Khofifah dihadapan rekan-rekan media setelah meresmikan OPOP Mart, Kamis Petang (27/2).
Dia menambahkan, rata-rata mayoritas produk OPOP masih merupakan produk makanan dan minuman (mamin). Maka karena itu, beberapa hari kemarin Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) datang ke Unusa. Bahkan, Kemarin Unusa juga telah resmi menjadi Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) sesuai hasil penandatanganan MoU antara Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama Republik Indonesia dengan Ketua Yayasan Rumah Sakit Islam (RSI) Surabaya.
“Masyarakat tidak perlu cemas lagi soal produk mamin di OPOP,” tambahnya.
Dia mengungkapkan, banyaknya produk mamin membanjiri OPOP adalah cara yang benar. Apalagi tren di era revolusi industri 4.0 saat ini adalah masyarakat harus memahami secara detail produk makanan.
“Adanya BPOP dan BPJPH, setidaknya masyarakat memahami produk yang akan dijual dan akan dibeli,” ungkapnya.
Di tempat yang sama, Direktur OPOP Training Center Unusa, Mohammad Ghofirin mengungkapkan adanya OPOP Mart itu memiliki harapan untuk memantik Pondok Pesantren untuk ikut serta membuka toko. Dengan begitu, distribusi dari produk yang dibuat santri bisa banyak. “Agar masyarakat mengetahui produk-produk hasil Pondok Pesantren yang berafiliasi OPOP,” ungkapnya.
Ghofirin menambahkan, yang menjadi kendala saat ini adalah modal untuk membuka OPOP Mart. Terkait hal itu, Pesantren disarankan membuka semacam koperasi, sehingga mereka bisa mendapatkan modal secara mandiri. “Kalau bisa jangan mengandalkan dana hibah atau bantuan semata,” tambahnya. (sar/rud Humas)