2020, Menjadi Tahun Peluang dan Tantangan bagi Unusa

Bagi Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa), 2019 adalah tahun yang membahagiakan. Banyak prestasi diraih serta berbagai hal dicapai melebihi target yang ditetapkan. Di 2020 ini, menjadi tahun yang penuh tantangan dan peluang, karena pada 2022 Unusa ingin menjadi perguruan tinggi berskala nasional, 2026 menuju skala internasional.

Langkah mencapai target yang ditetapkan, banyak hal yang harus dimulai pada 2020 ini. Khusus di tahun dengan angka cantik ini Unusa akan memanfaatkan peluang-peluang yang ada. Karena dikatakan Rektor Unusa, Prof Dr Ir Achmad Jazidie, M.Eng, di 2020, Unusa melihat banyak sekali peluang yang bisa dilakukan.

Salah satunya adalah peluang dari kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim yang ingin memajukan pendidikan di tanah air dengan sesuatu yang berbeda. Dikatakan Prof Jazidie, ada banyak sekali peluang di sana. Unusa tidak boleh tinggal diam dengan kebijakan itu.

“Karena dari kebijakan Pak Mendikbud itu, ingin meningkatkan pendidikan di tanah air. Hal itu tak lepas dari peran guru. Unusa yang memiliki fakultas pencetak guru, akan berkontribusi untuk meningkatkan kualitas guru itu dengan berbagai program, baik dalam masa jabatan maupun prajabatan,” ujar Prof Jazidie.

Dari sana, Unusa akan mempersiapkan program pascasarjana untuk program studi pendidikan guru sekolah dasar (PGSD) demi meningkatkan profesionalitas guru. Serta bersiap memberikan pelatihan-pelatihan bagi peningkatan kualitas guru di Indonesia.

Di bidang kesehatan, 2020 juga memberikan banyak peluang. Di mana, saat ini pemerintah gencar mengirimkan tenaga kesehatan ke luar negeri, demi peningkatan devisa negara. Apalagi peluang untuk bekerja di luar negeri juga sangat terbuka lebar.

Karena itu, program studi yang berkaitan dengan kesehatan tidak hanya ditingkatkan kualitas pembalajaran dan praktiknya, tapi juga dibekali dengan kemampuan bahasa asing yang mumpuni. Unusa, kata Prof Jazidie, sudah mempersiapkan pendidikan keperawatan khususnya agar lulusannya siap bersaing dengan lulusan luar negeri.

“Kita siapkan dua kelas bahasa asing di tahun ini. Khususnya Bahasa Inggris dan Jepang. Karena peluang kerja ke Jepang dan Timur Tengah sangat besar. Kita dalam hal ini bekerjasama dengan BNP2TKI (Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia),” ungkapnya.

Di sisi itu pula, Unusa juga melihat banyak peluang lainnya. Yakni adanya peluang untuk membuat pusat pelatihan bagi tenaga-tenaga kerja yang ingin bekerja di luar negeri. Melalui sebuah badan usaha yang diberinama PT LPKS (Lembaga Pelatihan Kerja Swasta), Unusa di 2020 akan menyediakan pusat pelatihan khusus bagi masyarakat yang mau bekerja ke negara lai.

LPKS ini berlaku untuk masyarakat umum. “Dan ini tidak ada hubungannya dengan BNP2TKI. Ini bentukan Unusa sendiri. Kita bisa melatih perawat yang mau bekerja di luar negeri, juga perawat di panti jompo, orang-orang tua dan sebagainya,” tukas Prof Jazidie.

Peluang lain di bidang kesehatan khususnya di era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ini, Unusa melihat adanya peluang untuk mendirikan klinik pratama. Karena rujukan pertama pasien BPJS Kesehatan saat ini banyak yang sudah over load atau kewalahan melayani masyarakat yang akan berobat.

Dari sana, Unusa Medical Center (UMC) akan didirikan di kawasan Surabaya timur. Ini akan menjadi klinik pratama rintisan di Jawa Timur. Karena sepanjang 2020 ini, Unusa menarget bisa membuka tiga UMC. UMC ini akan menjadi satelit-satelit bagi Rumah Sakit Islam (RSI) yang dimiliki Yayasan Rumah Sakit Islam Surabaya (Yarsis).

“Sehingga nantinya akan ada di setiap kota di Jawa Timur. Ini jadi peluang pihak lain yang mau menjadi mitra kami, bisa pribadi, bisa kelompok, organisasi dan yayasan,” jelasnya.

Peluang lain yang dilihat Unusa adalah, adanya program unggulan Pemerintah Provinsi Jawa Timur, yakni One Pesantren One Product (OPOP). Unusa yang sudah ditunjuk menjadi OPOP Training Center itu akan terus mengembangkan diri, karena pesantren memiliki kedekatan dengan Unusa.

Tidak hanya peluang, ada tantangan yang juga harus dilalui Unusa agar semua target tercapai. Tantangan menuju kampus yang diakui secara nasional dan internasional dimulai di 2020 ini. Peningkatan sumber daya manusia, mutu dan sarana prasarana akan mulai ditingkatkan pada tahun ini.

Sumber daya manusia (SDM) menjadi kunci utama. Dikatakan Prof Jazidie, maju mundurnya sebuah perguruan tinggi sangat tergantung pada SDM. Karenanya peningkatan SDM menjadi prioritas Unusa. Dalam hal ini, peningkatan kualitas dosen. Karena untuk mencetak lulusan perguruan tinggi yang berkualitas sangat tergantung pada kualitas dosennya.

Karena itu, berbagai program dilakukan. Terutama untuk memberikan peluang bagi para dosen Unusa agar bisa menempuh pendidikan S3 baik di kampus lokal maupun di luar negeri. Dalam hal ini, Unusa tidak menunggu beasiswa dari pemerintah atau pihak lain untuk bisa mengirim dosen menempuh pendidikan doktor itu.

“Kita siapkan dana khusus untuk itu. Jadi kita kuliahkan, sambil menunggu beasiswa. Kalau di tengah jalan mendapatkan beasiswa berarti biaya dari kampus, dihentikan. Kalau tidak dapat beasiswa, kita biayai sampai lulus,” tuturnya.

Saat ini sudah ada 52 dosen yang menempuh pendidikan doktor. Bahkan, di tahun ini banyak dari mereka yang akan lulus. Sehingga semakin banyak dosen bergelar doktor di kampus yang dulunya bernama STIKES Yarsis itu.

“Tidak hanya itu, kita juga kirim dosen mengajar di kampus luar negeri. Mendatangkan dosen luar untuk mengajar di Unusa. Semua itu agar bisa saling belajar dan memahami bagaimana konsep mengajar di kampus luar negeri,” ungkapnya.

Dengan peningkatan kualitas dosen salah satunya dengan jenjang pendidikan yang tinggi, maka target untuk mewujudkan perguruan tinggi sebagai pusat sains dan teknologi bisa terwujud. Karena perguruan tinggi itu kuncinya ada di riset dan riset itu bisa muncul kuncinya ada di SDM,” tandasnya.

Tidak hanya itu, dengan dosen berkualitas, maka jumlah jurnal juga akan terus bertambah. Sehingga pada 2020, dosen Unusa bisa masuk jurnal internasional terindeks scopus bisa tercapai. “Di 2019 lalu, sudah ada enam jurnal yang masuk ke SINTA. Ini sesuatu yang luar biasa,” katanya.

Tantangan kedua adalah mutu. Unusa pun komitmen untuk mengembangkan dirid engan kerangka kerja penjaminan mutu. Semua aspek yang merujuk pada tujuh standar (sekarang 9 kriteria) mutu perguruan tinggi selalu dilakukan untuk mengelola sebuah perguruan tinggi.

Bahkan dikatakan Prof Jazidie, Unusa memiliki lembaga sendiri yang diberinama Satuan Penjaminan Mutu Internal (SPMI). Di sini, SPMI harus diperkuat agar semua pimpinan mulai universitas, fakultas hingga program studi bisa merujuk pada standar-standar yang ada.

“Sehingga masing-masing pimpinan bertanggungjawab untuk meningkatkan mutu masing-masing,” tandasnya.

Selain itu, tantangan ketiga adalah pengembangan sarana prasarana. Saat ini, Unusa sudha melakukan banyak perubahan fisik terhadap kampus.

Banyak fasilitas baru disediakan di dua kampus yang dimiliki yakni Kampus A di Jalan Smea Surabaya dan kampus B di RSI Jemursari Surabaya. Unusa juga sudah memiliki gedung sembilan lantai yang semuanya berfungsi sebagai pusat pembelajaran.

Unusa ingin semua itu bisa berjalan beriringan antara pengembangan SDM, mutu dan sarana prasarana. Sehingga Unusa bisa melangkah terus hingga target yang ditetapkan bisa tercapai. (end/rud humas)