Intoleransi di tahun politik merupakan batu sandungan bagi kebhinekaan. Sikap saling tidak menghargai satu sama lain ini cukup menimbulkan perpecahan. Sedang bangsa Indonesia terlahir karena perbedaan suku dan budaya.
Kondisi demikian juga menjadi perhatian khusus bagi Akhwani, S.Pd. M.Pd. Dosen Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya ini sempat meneliti tentang toleransi. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa toleransi di Indonesia perlu mendapatkan ekstra perhatian.
Intoleransi berpolitik bukan hal baru di kalangan masyarakat. Hasil penelitian yang ia lakukan pada mahasiswa FKIP Unusa sendiri menunjukkan dari skala 100% ada 2% mahasiswa yang masih belum bisa mengaplikasikan toleransi dalam kehidupan bermasyarakat. Menurut laki-laki berusia 27 tahun ini, intoleransi bisa berkembang menjadi ancaman.
“Intoleransi ini jika tidak diberikan perhatian khusus bisa menjelma jadi ancaman bagi keutuhan NKRI,” tuturnya saat ditemui di ruangan. Toleransi memang terlihat mudah, namun dalam praktiknya tidak semua bisa melaksanakan. Pemaksaan kehendak sering kali kita jumpai, apalagi di tahun pemilu seperti sekarang. “Menjadi toleran ini sebetulnya mudah, yakni menahan diri, meskipun kita punya power untuk mengarahkan atau memaksankan kehendak kita terhadap orang lain, tapi jika menghargai pendapat orang lain dengan menahan diri untuk tidak melakukannya itu akan jauh lebih bagus,” jelasnya panjang lebar.
Terlepas dari perbedaan sudut pandang dan pilihan, sebagai manusia kita wajib menjamin keutuhan negara dengan menghargai sesama. (rere/humas)