SURABAYA:
Menyusul selesainya kajian tentang Ekstirmisme Beragama dalam kegiatan setahun lalu, Pusat Pengembangan Masyarakat dan Peradaban Islam (PPMI) Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa), dua tahun ke depan menyiapkan kajian terkait dengan fiqih lingkungan dengan tema “Eco Literacy di Era Digital – Ijtihad untuk Bumi.”
Peluncuran tema kajian terkait dengan fiqih ligkungan tersebut menghadirkan Ismid Hadad, Ketua Dewan Pembina Yayasan Kehati dan beberapa pakar lingkungan Jawa Timur, Kamis (13/12) siang di Kampus B Unusa, Surabaya.
Dalam sambutannya, Wakil Rektor I Bidang Akademik, Prof Kacung Marijan mengatakan, dipilihnya isu fiqih lingkungan dalam kajian ini, selain sebagai dari kepedulian juga bentuk dari keperihatinan Unusa terhadap rusaknya lingkungan di muka bumi ini. “Dalam Alquran beberapa ayat jelas menyatakan bahwa terkait dengan lingkungan, kita diwajibkan untuk menjaga untuk tidak membuat kerusakan di muka bumi ini,” kata Prof Kacung Marijan mengutif Surat Al A’raf ayat 56.
Kacung Marijan menunjuk beberapa kerusakan alam telah terjadi secara masif di seluruh dunia dalam bentuk penggundulan hutan, hilangnya lahan subur, pencemaran oleh limbah pabrik, limbah rumah-tangga, asap kendaraan, sampah plastik yang notabene tidak dapat dihancurkan tanah berserakan di berbagai penjuru, baik di darat, sungai, dan di laut. “Ini semua harus kita sikapi. Sebagai perguruan tinggi, Unusa dituntut untuk memberikan solusi, salah satu bentuknya melakukan kajian sebagaimana yang direncanakan dalam kegiatan dua tahun ke depan,” katanya.
Ditambahkan Kacung Marijan, selama ini fiqih lingkungan atau biasa disebut Fiqh al-Bi’ah jarang menjadi topik bahasan, karena dianggap tidak menarik. Padahal beberapa ayat di dalam Alquran mewajibkan kita sebagai manusia menjaga lingkungan, juga beberapa hadist menyatkan hal sama. “Kebersehan itu sebagian dari Iman adalah salah satu pesan yang ingin disampaikan dalam Fiqh al-Bi’ah,” katanya.
Workshop dan Penelitian
Sementara Ketua PPMPI, Ir. Wardah Alkatiri, MA., Ph.D., mengatakan, kajian yang akan dilakukan dalam dua tahun ke depan bentuknya selain diskusi tematik dan terjadwal adalah workshop dan penelitian. “Kami merencanakan workshop dalam beberapa hari dengan menggundang beberapa nara sumber dari luar negeri, sedang peserta yang akan diikutsertakan antara lain dari aktivis lingkungan, LSM, lembaga sosial kemasyarakatan seperti NU, Muhammadiyah, Alirsyad, dan lainnya,” katanya.
Wardah menambahkan, dalam konteks Islam, gerakan eco-literacy dan keberlanjutan dimaknai sebagai tanggung jawab manusia sebagai khalifah di bumi (guardian of the earth); amanah manusia pada Allah; dan tindakan menegakkan keadilan, serta hidup selaras dengan alam (mizan).
Sementara kajian PPMPI bertema “Eco Literacy di Era Digital – Ijtihad untuk Bumi” katanya menjelaskan, berangkat dari pandangan yang memahami kompleksitas masalah kerusakan lingkungan hidup di negara berkembang seperti Indonesia. “Memahami latar belakang sejarah, politik, ekonomi, sosial dan budaya dibalik problem tersebut sangat penting agar dapat memberikan jalan keluar terbaik. Sementara terkait dengan ketersediaan sumberdaya alam bagi manusia, kajian PPMPI berangkat dari pandangan bahwa SDA terbagi menjadi dua golongan; renewable (dapat diperbaharui) dan non-renewable (tidak dapat diperbaharui),” katanya.
Ditambahkannya, jika manusia menghabiskan SDA yang non-renewable, maka SDA tersebut akan habis dan tidak mungkin bisa diganti. Demikian juga halnya jika manusia mengkonsumsi SDA yang renewable tapi dengan kecepatan mengkonsumsi yang jauh melampaui kecepatan alam memperbaharui dirinya sendiri, maka dalam jangka waktu tertentu alam tidak akan mampu memenuhi kebutuhan itu dan umat manusia pun terancam kebangkrutan SDA serta ecological collapse. (Humas Unusa)