Ketua Ikatan Alumni Universitas Nahdlatul Ulama (Unusa), Dr. Henry Sudiyanto, SKP., M.Kes, mengaku menekuni dunia keperawatan karena terpengaruh oleh keluarganya. Hampir seluruh anggota keluarganya berprofesi di bidang kesehatan.
Banyak faktor, salah satunya adalah kami keluarga kesehatan. Kakak saya berprofesi sebagai bidan, sedangkan kakak ipar saya berprofesi sebagai perawat di RS Angkatan Laut Surabaya. Setelah lulus SMA, pada tahun 1989, Henry masuk sebagai mahasiswa Akademi Keperawatan (Akper) RSI Islam Surabaya. Mulanya, Henry sempat kaget karena jadwal praktikum yang padat. Bahkan, ketika itu, Henry sempat kepikiran mau DO karena merasa rutinitas yang dijalani sangat berat. “Kesan pertama kali sebagai mahasiswa keperawatan sempat shock karena pelajaran dan praktiknya sangat padat sehingga hampir putus asa mau keluar kuliah, akan tetapi berkat motivasi orang tua dan kakak saya akhirnya tetap lanjut kuliah,” tambahnya.
Henry menceritakan pengalaman yang tidak pernah dilupakan ketika masih kuliah. Yakni harus standby di UGD RSI Jemursari Surabaya. Dia agak shock melihat darah sehingga harus bolak balik ke kamar mandi. “Jika melihat luka yang berdarah-darah, untuk menghindari shock, saya masuk kamar mandi begitu berulang-ulang,” katanya.
Namun, anehnya saat mengerjakan sendiri merawat luka atau saat menjahit luka, tidak mengalami pre shock. Lambat laun, kini, dia pun sudah biasa dan tidak tegang lagi dalam menangani pasien. Bahkan, ketika istrinya melahirkan, dia selalu mendampingi. “Sudah enggak shock lagi. Buktinya, waktu nunggui istri melahirkan, saya tetap berada disampingnya,” tambahnya.
Lulus dari prodi Keperawatan, Henry sempat bekerja di rumah sakit selama tiga bulan. Kemudian, dia menjadi asisten dosen karena berhasil menjadi lulusan terbaik D3 keperawatan (dulu bernama AKPER RS Islam Surabaya) tahun 1989. “Karena saya lulusan terbaik, akhirnya direkrut menjadi staf dosen,” katanya.
Studi Lanjut ke UI
Tiga tahun kemudian, dia diberi kesempatan menempuh studi S1 Ilmu Keperawatan di Universitas Indonesia (UI). Setelah itu, Henry memilih berkarir di Poltekes Majapahit Mojokerto. Dan, kini posisinya menjadi direktur. Dari S1 Ilmu Keperawatan UI, dia pun menempuh studi S2 dan S3 untuk menambah bekal ilmu Keperawatan.
Tahun 2006, dia melanjutkan S2 di Unair, lalu tahun 2012 melanjutkan S3 di Unair lagi. “Jabatan sekarang sebagai ketua Stikes Majapahit Mojokerto tahun 2017 – 2022,” tambahnya.
Menurut dia, dunia Keperawatan selalu berkembang dan membutuhkan ilmu baru. Sehingga, dia harus selalu belajar dan melakukan update tentang ilmunya. “Sukanya, keperawatan adalah ilmu baru dan sedang berkembang dan saya suka tantangan. Dukanya, karena justru ilmu baru akhirnya kepastian penerimaan pengguna jasa layanan jadi belum ada kepastian (perlu advokasi pada pemerintah agar profesi dapat diterima),” tegasnya.
Henry mengatakan, dalam era revolusi industri 4.0, digitalisasi pekerjaan memaksa banyak profesi harus hilang. Kondisi itu memicu banyaknya pekerjaan manual dengan tenaga manusia yang hilang dan digantikan oleh mesin. “Prinsip kita harus mengikuti zaman seperti era revolusi industri 4.0 (karena dengan adanya revolusi industri 4.0 ) maka banyak pekerjaan yang hilang. Misalnya, Matahari Dept Store gulung tikar dengan adanya bisnis online,” katanya.
Karena itu, dia menanamkan sejak dini kepada mahasiswa agar bisa menjadi entrepreneur, selain menggeluti disiplin ilmu yang dimiliki. Menurut Henry, pemahaman itu perlu ditanamkan di era industri 4.0 yang mengedepankan teknologi. “Mahasiswa harus disiapkan menjadi entrepreneur sejati,” tambahnya.
Henry mengaku, dalam memimpin Stikes Majapahit Mojokerto, dirinya selalu amanah dan pasrah dengan kehendak Allah SWT. Menurut dia, pilihan menjadi pengajar atau dosen adalah panggilan jiwa dan sarana mewujudkan ladang amal. Karena itu dia harus istiqomah dan mendidik mahasiswa dengan disiplin dan tekun. “Hidup ini pilihan. Pilih jadi dokter, polisi, perawat. Sama dengan profesi kedokteran tetap haruss memilih klinik atau non klinik. Karena sudah dipilih, tidak boleh ada kangen-kangenan, nanti bisa mendua,” pungkasnya. (Bud/Humas Unusa)