TRIBUNNEWS.COM,SURABAYA – Saat ini Indonesia mengalami krisis kompetensi perawat yang cukup serius.
Salah satu penyebabnya karena institusi keperawatan belum mampu mencetak perawat yang tak hanya memiliki keahlian (skill) yang bagus, tetapi juga perhatian, kepedulian dan keikhlasan memenuhi kebutuhan pasien.
Menurut guru besar ilmu keperawatan Unair Prof Nursalam, saat ini lembaga pendidikan keperawatan hampir ada di setiap kabupaten/kota di Indonesia.
Secara nasional jumlahnya mencapai 600 lembaga, 50 diantaranya terdapat di jatim.
Banyaknya institusi keperawatan ini terjadi karena pemerintah membuka kran seluas-luasnya untuk pembukaan institusi tanpa ada pengetatan, seperti keharusan memiliki rumah sakit laiknya pembukaan institusi kedokteran.
Ironisnya, ratusan institusi keperawatan itu tidak memiliki kualitas yang bagus, tetapi lebih banyak kurangnya.
“Saya sangat prihatin dengan kondisi ini,” Nursalam saat ditemui usai memberikan ceramah di seminar internasionalEmpowering Nursing Care yang digelar Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (UNUSA) di Hotel Bumi, Surabaya, Sabtu (31/5/2014).
Menurut Nursalam, hanya sedikit lembaga pendidikan keperawatan yang menyaring betul calon mahasiswa. Akibatnya, input yang masuk berkualitas rendah.
Hal ini ditambah dengan tenaga pendidik (dosen) yang jumlahnya minim serta sarana prasarana yang tidak memadai.
“Kalau idealnya perbadingan mahasiswa dan dosen 1: 8, sekarang terima mahasiswa sebanyak-banyaknya, dosennya kurang. Bahkan satu dosen bisa mengajar 30 mahasiswa,”urainya.
Terkait sarana prasarana, institusi keperawatan selama ini tidak diharuskan memiliki sarana praktek tersendiri seperti kedokteran yang harus memiliki rumah sakit.
Hal ini juga membuat institusi keperawatan itu dengan bebasnya meluluskan mahasiswanya tanpa dibekali kompetensi yang memadai.
Mereka pun aman mengendalikan lembaganya, hingga jumlahnya terus bertambah sebelum ada moratorium tahun 2010.
Agar hal ini tidak berlanjut, menurut Nursalam yang perlu dilakukan pemerintah adalah dengan pengetatan akreditasi.
Dia mencatat dari 50 institusi keperawatan yang ada di jatim, hanya lima yang sudah berakreditasi B, sisanya (90 persen) masih berakreditasi C.
Akreditasi ini diharapkan bisa menjadi seleksi alam bagi institusi keperawatan. Apalagi belum lama ini pemerintah mewajibkan perawat yang mendaftar CPNS harus lulus dari lembaga pendidikan yang berakreditasi B.
“Selagi aturan tentang akreditasi ini dipergunakan, pasti institusi yang selama ini hanya berjalan tanpa ada kompetensi yang jelas tidak akan bertahan,”katanya.