UNUSA Adakan Seminar Deteksi Dini Penyimpangan Seksual Pada Diri Remaja

Surabaya – 50 peserta yang tergabung dalam Musyawarah Guru Bimbingan Konseling (MGBK) Kabupaten Sidoarjo mengikuti Seminar Deteksi Dini Penyimpangan Seksual Pada Diri Remaja yang diselenggarakan Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) bersama Musyawarah Guru Bimbingan Konseling (MGBK) Kabupaten Sidoarjo, Senin (23/10).

Pemateri acara ini, dr. Hafid Algristian, Sp.KJ. Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa ini mengungkapkan ketika seseorang berperilaku berbeda dengan identitas gendernya, maka harus dipastikan terlebih dahulu bagaimana orientasi seksualnya. Karena orientasi seksual ini sulit diketahui kecuali dari pengakuan jujur dari yang bersangkutan. Jika memang memiliki orientasi seksual sesama jenis atau Same-Sex Attraction (SSA) yang tidak seharusnya, maka perlu dikembangkan lebih lanjut apakah telah sampai pada perilaku seksual menyimpang atau tidak.

“Karena tomboy saja misalnya, belum tentu dia memiliki SSA kepada sesama jenis. Hampir semua SSA atau homoseksual sudah menyadari sejak masa umur 10 tahun hingga remaja. Bahkan pada beberapa kasus, anak telah menyadari penyimpangannya saat di bawah usia 10 tahun. Jika sudah dalam taraf berlebihan, karena individu sudah SMA, maka remaja tersebut dapat diajak diskusi. Remaja harus ditanya kenapa ia bergaya atau melakukan pilihan perilaku demikian,” ungkapnya.

Dosen Fakultas Kedokteran Unusa ini menambahkan, sebenarnya tidak selalu ketiadaan salah satu figur ortu selama pengasuhan bisa mempengaruhi terjadinya penyimpangan orientasi/perilaku seksual. Hal yang penting dalam pengasuhan itu adalah ‘lengkap’ nya figur ayah dan ibu. Jadi, bisa keduanya dalam kondisi lengkap, atau bisa juga ‘digantikan’, semisal sosok ayah digantikan paman/kakek. Meskipun tidak ada pengganti, maka anak bisa juga mendapatkan figur ayah melalui ‘Role Model’ (contoh) yang nyata tentang bentuk kasih ayah dari sosok ibu.

‘Content’ dari pengasuhan adalah bagian yang tidak kalah penting untuk bisa membentuk karakter dan kondisi seksual anak supaya sesuai dengan yang seharusnya. ‘Content’ pengasuhan yang dimaksud sebenarnya bisa dibuat oleh pasangan saat sebelum/di awal pernikahan.

“Pada dasarnya pengasuhan bukan sekadar membuat anak nyaman, imunisasi lengkap, dan asupan bernutrisi. Namun pengasuhan itu adalah apa yang dilakukan orang tua untuk anaknya, dari anak bangun tidur sampai anak tidur lagi,” tambah Pria yang menajdi Dokter di Rumah Sakit Islam Jemursari Surabaya.

Yupiter Sulifan, S.Psi. Ketua Musyarawah Guru Bimbingan Konseling (MGBK) Kabupaten Sidoarjo mengungkapkan rasa terima kasih kepada Unusa karena telah bersedia bekerjasama dengan MGBK Kabupaten Sidoarjo untuk menyelenggarakan seminar ini. “Semoga dengan adanya Unusa dapat memberikan keberkahan bagi kita semua,” jelasnya. (Humas Unusa)