Sempat tidak tertarik menjadi Dokter Spesialis Kejiwaan

Hafid Algristian, dr., SpKJ

 

Surabaya – Sempat tidak tertarik untuk menjadi spesialis dokter kejiwaan membuat Hafid Algristian, dr., SpKJ ini berusaha mencari spesialis yang lain. Penolakan itu lantaran dirinya merasa jika tidakningin mencampuri kehidupan atau urusan orang lain.

Namun salah satu hal yang membuat pria berusia 33 tahun ini mantap untuk menjadi dokter kejiwaan lantaran kekebalan tubuh kita akan menurun jika kita mengalami stres. “Jadi ada yang berbeda pesan yang diterima antara tubuh dan otak ini yang membuat saya menarik dengan menjadi spesialis dokter kejiwaan,” beber Hafid.

Dengan menjadi dokter kejiwaan ini membuat banyak orang Indonesia ini mudah untuk terbuka untuk menceritakan masalahnya. Kondisi ini yang menjadi tantangan bagi dirinya. Namun saat sudah mulai terbuka membuat dirinya mulai mengubah dan mempengaruhi dibawah alam sadarnya agar lebih baik kedepannya.

“Jadi sulitnya ini di awal untuk membuat seseorang ini nyaman untuk bisa terbuka kepada psikiater untuk membantu masalah kejiwaan,” ucap Hafid.

Saat ini menjadi psikiater menjadi profesi yang diperlukan sebagai rujukan kepala daerah atau pejabat negara untuk menduduki posisi jabatan. “Karena rekomendasi kami ini diperlukan oleh KPU atau bahkan perusahaan jika menerima karyawan,” bebernya.

Dengan mendapatkan peran yang sangat penting ini membuat dirinya bangga untuk menekuni profesi dokter kejiwaan. Namun hal yang membuat dirinya miris lantaran stigma masyarakat jika menjadi dokter kejiwaan sama dengan pasien yang mengalami gangguan kejiwaan.

“Stigma ini yang memang sangat melekat, tapi perlahan lahan stigma itu akan menghilang dan memandang baik dengan profesi ini,” jelas Hafid.

Pria mengajar Ilmu Kedokteran Jiwa Unusa ini merasa puas dan bangga saat mendapatkan kabar perkembangan kesehatan dari pasiennya. “Apa lagi ada perubahan kearah yang lebih baik seperti jika anak itu lebih nurut sama orang tuanya, rasanya bangga sekali,” beber Hafid. (sar humas)