Harus Tenang Tangani Pasien Meskipun Sedang Shock

dr.Hotimah.,PhD

Surabaya – dr. Hotimah, Ph.D., pernah mendapat ancaman dari pihak keluarga korban kecelakaan, meskipun dalam kondisi demikian, dirinya harus tetap tenang ketika menangani pasien. Hal ini menjadi pengalaman pertama baginya saat menjadi dokter pegawai tidak tetap (PTT) di Puskesmas Badau, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.

Hotimah menceritakan, saat itu dirinya menjadi dokter jaga Unit Gawat Darurat (UGD) di Puskesmas Badau, dia mendapatkan pasien korban kecelakaan hingga tak sadarkan diri. Tidak beberapa lama, datang keluarga korban yang saat itu menilai jika penanganan keluarganya belum segera diatasi.

“Saat itu saya sudah menjelaskan jika korban belum sadarkan diri, jadi belum bisa ditangani, tapi keluarganya tetap tidak terima. Namun saya harus tetap tenang saat menghadapi situasi seperti itu,” ungkap Hotimah, Senin (15/2).

Hotimah menuturkan bahwa dirinya mencium bau minuman beralkohol, bau tersebut berasal dari keluarga maupun korban tersebut. Efek minuman itu membuat keluarga korban tidak bisa mengkontrol emosinya.

“Salah satu keluarga korban sempat mengibaskan mandau yang dipegang, tapi perawat disana langsung menarik saya, kejadian itu yang membuat saya shock,” ucapnya.

Meskipun demikian, saya harus tetap tenang menghadapi kejadian itu dan bicara tegas dengan keluarga korban. “Saya minta keluarga korban keluar ruangan UGD, jika tidak mau keluar, saya tidak akan menangani pasien. Alhamdulillah, keluarga mau mengerti dan keluar ruangan, sehingga korban segera tertolong,” bebernya.

Usai kejadian tersebut, Hotimah memilih untuk izin cuti karena shock dengan kejadian tersebut. “Tapi ada juga kejadian yang membuat ilmu saya sangat bermanfaat bagi masyarakat, saat ini saya menolong seorang anak yang mengalami kencing berdarah dan bisa sembuh, itu menjadi kebanggaan tersendiri,” jelasnya.

Hotimah menuturkan jika dirinya ditempatkan di Puskesmas Badau tidak lama, lalu dipindahkan ke RSUD Achmad Diponegoro, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. “Saat itu RSUD kekurangan tenaga medis, jadi saya ditarik kesana,” jelasnya.

Wanita berusia 32 tahun ini menambahkan, saat di RSUD Achmad Diponegoro, dirinya sudah diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Secara bersamaan dirinya juga diterima untuk melanjutkan sekolah doktor di Departemen Kedokteran Jantung, Universitas Tokushima, Jepang. “Saat itu saya memilih untuk melanjutkan studi di Jepang dan melepas PNS yang sudah diterimanya,” ungkap Hotimah.

Berkat pengalaman tersebut, dirinya bisa menjadi dosen Fakultas Kedokteran (FK) Unusa. “Saya memilih untuk mengajarkan ilmu yang saya miliki kepada calon dokter masa depan. Unusa menjadi labuhan hati saya dan tempat mengabdi,” ungkap Hotimah. (sar humas)