Dosen Unusa Ajak Masyarakat Pahami Virus SARS-Cov-2 Melalui Rapid Antigen

Surabaya – Dosen Program Studi (prodi) D4 Analis Kesehatan Fakultas Kesehatan (FKes) Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) Gilang Nugraha, S.Si, M.Si memahami pentingnya rapid antigen untuk mendeteksi virus SARS-CoV-2.

Gilang menjelaskan adanya kebijakan baru dari pemerintah yang meminta dokumen pemeriksaan swab antigen atau disebut juga rapid test antigen saat akan berpergian merupakan upaya pemerintah dalam mengantisipasi lonjakan kasus Covid-19 pada libur akhir tahun. Kebijakan tersebut mengakibatkan lonjakan permintaan pemeriksaan rapid test antigen meningkat selama akhir Desember 2020.

“Pemberitaan pemeriksaan swab antigen yang dinyatakan lebih akurat dibandingkan rapid test antibodi karena kemampuannya yang dapat mendeteksi virus SARS-CoV-2 atau corona, serta pemeriksaan yang lebih murah jika di bandingkan swab polymerase chain reaction (PCR). Kondisi tersebut menjadikan masyarakat sedikit lebih tenang dan masyarakat yang tidak merayakan natal dan tahun baru pun ikut bepergian karena terdorong untuk mengisi liburan dengan berwisata,” ucap Gilang, Selasa (5/1).

Gilang menjelaskan rapid test antigen merupakan Point-of-care testing (POCT) sama seperti rapid test antibodi, jadi kedua tes tersebut satu level. Ciri dari POCT yaitu pengerjaannya mudah dan memberikan hasil yang cepat, tetapi memiliki kelemahan dalam kemampuannya mendiagnosis. “Perbedaan rapid test tersebut terletak pada kemampuan deteksinya, rapid test antigen mendeteksi protein dari komponen tubuh virus corona, sedangkan rapid test antibodi mendeteksi antibodi yang juga merupakan protein yang dihasilkan tubuh manusia akibat respon terhadap infeksi virus corona,” ungkap Gilang.

Berdasarkan kemampuan deteksi, rapid test antigen mungkin lebih akurat karena langsung mencari virusnya akan tetapi terdapat ukuran lain untuk menilai kemampuan diagnostik POCT yaitu sensitivitas diagnostik dan spesifisitas diagnostik. Sensitivitas diagnostik merupakan ukuran untuk menilai kemampuan tes dalam “mendeteksi” penyakit, sedangkan spesifisitas diagnostik merupakan ukuran untuk menilai kemampuan tes untuk “mengidentifikasi dengan benar” suatu penyakit.

Rapid test antigen memiliki sensitifitas moderat dan sepesifisitas tinggi. Sedangkan rapid test antibodi memiliki nilai sensitifitas lebih tinggi jika dibandingkan rapid test antigen, tetapi masih di bawah pemeriksaan Swab PCR. Sedangkan nilai spesifisitas rapid test antibodi masih di bawah rapid test antigen. Artinya kedua tes tersebut memiliki kelemahan dan kelebihannya masing-masing.

Sehingga hasil negatif pada rapid test antigen tidak jaminan sudah terbebas dan tidak membawa virus ketika liburan, mungkin jumlah virusnya belum mencukupi sehingga tidak terdeteksi terlebih jika pemeriksaan dilakukan lima hari sebelum gejala Covid-19 muncul, karena dapat menurunkan akurasi pemeriksaan sehingga alat sulit mendeteksi dengan tepat karena sensitivitas yang moderat.

Langkah pemerintah dalam menentukan kebijakan penggunaan rapid test antigen tidak sepenuhnya salah, karena tidak sedikit pasien yang sembuh dari Covid-19 terlebih akan dilakukannya vaksin pada awal 2021. Sehingga penggunaan rapid test antibodi sudah tidak tepat lagi bagi populasi tersebut.

Bagaimana pun menerapkan protokol kesehatan merupakan tindakan pencegahan penyebaran Covid-19, kesadaran dan peran seluruh komponen masyarakat menjadi kunci terpenting dalam memutus rantai penyebaran virus corona. (sar humas)