Surabaya – Lebih dari 65% kematian ibu di Indonesia terjadi di masa nifas. Penyebabnya karena komplikasi yang tidak tertangani secara optimal. Karenanya, pelayanan postnatal care (PNC) berkualitas mutlak dibutuhkan sebagai upaya penanganan dini komplikasi guna menurunkan angka kematian ibu.
Hal tersebut disampaikan oleh Dr. Agus Aan Adriansyah, S. KM., M.Kes pada orasi ilmiahnya. Bertempat di Auditorium Universitas Nahdlatul Ulama’ (Unusa) Tower lantai 9, Rabu (13/8). Melansir hal tersebut, pengembangan model social competence pada bidan dalam pelayanan PNC merupakan solusi inovatif. Model ini dirancang sebagai respon yang menyeluruh. Tidak lain, guna bidan tidak hanya menguasai keterampilan teknis. “Model ini juga merancang keterampilan bidan guna memiliki kemampuan sosial emosional yang kuat. Tujuannya guna membangun komunikasi dan kemitraan efektif dalam pelayanan PNC,” ujar Agus Aan.
Penguatan Peran Komunikasi Interpersonal
Penempatan komunikasi interpersonal sebagai mediator kunci merupakan jembatan antara kesadaran sosial serta keterampilan sosial. Hal ini bertujuan untuk menciptakan kemitraan yang efektif. Peran komunikasi interpersonal memperkuat kemampuan sosial bidan. Beserta itu juga, memperkokoh kemitraan multisektoral dalam pelayanan PNC. “Ini memberikan arti strategis, bahwa komunikasi interpersonal dapat membentuk rasa pengertian, kepercayaan, serta sinergi antara bidan dan ibu nifas, keluarga, dan tim kesehatan lain,” katanya.
Integrasi Holistik Aspek Sosial Emosional
Kepada Kabar Unusa, Agus Aan menjelaskan mengenai pendekatan “Integrasi Holistik Aspek Sosial-Emosional”. Pendekatan ini menambahkan dimensi afektif yang selama ini kurang mendapat perhatian dalam model kebidanan standar. Pelatihan ini bertujuan menumbuhkan empati dan orientasi pelayanan yang bersifat humanis. Nantinya, bidan dapat memahami kebutuhan psikososial ibu nifas, serta menangani situasi dengan sensitivitas tinggi.
Penekanan Kemitraan Multi Pihak Inklusif
Model ini juga melibatkan keluarga, tenaga kesehatan lain, dan komunitas sebagai bagian dari ekosistem pelayanan berkelanjutan. Dengan membangun kemitraan inklusif, model ini juga turut memberdayakan perempuan dan keluarga sebagai pusat asuhan. Tidak hanya itu, penekanan ini juga meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan secara menyeluruh.
Pada akhir, Dosen Kesehatan Masyarakat itu menyimpulkan, bahwa perbaikan kualitas kesehatan ibu pasca persalinan sangat membutuhkan upaya serius dalam mengembangkan kompetensi sosial bidan. “Semoga temuan dan model ini bisa menjadi langkah strategis bagi institusi pendidikan, layanan kesehatan, serta pembuat kebijakan dalam meningkatkan mutu pelayanan postnatal care. Saya juga berharap pijakan ini dapat mewujudkan kualitas hidup ibu dan bayi yang lebih baik,” pungkasnya. (Humas Unusa/Zhw)
English

