Dosen Gizi Unusa Soroti Pemberian Susu UHT pada Menu Makan Bergizi Gratis

Surabaya – Dosen S1 Gizi Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa), Farah Nuriannisa, S.Gz., M.P.H., menyoroti pemberian susu UHT dalam Program Makan Bergizi Gratis. Menurutnya, konsumsi susu UHT dengan berbagai rasa dapat membahayakan kesehatan anak-anak karena mengandung kadar gula yang tinggi, yang berisiko menyebabkan berbagai masalah kesehatan dalam jangka panjang.

“Jika ingin memberikan protein tambahan bagi anak-anak, sebaiknya memilih sumber protein hewani seperti telur dan ikan. Kedua makanan tersebut memiliki kandungan protein yang tinggi serta mengandung berbagai zat gizi lainnya yang lebih bermanfaat bagi pertumbuhan dan perkembangan anak,” ujar Farah dalam keterangannya pada Sabtu (25/1).

Farah menjelaskan bahwa secara keseluruhan, kualitas menu yang disediakan dalam Program Makan Bergizi Gratis sebenarnya sudah cukup baik dan sesuai dengan prinsip gizi seimbang. Namun, ia menyayangkan adanya susu UHT yang disajikan dalam berbagai varian rasa.

“Kandungan gula dalam susu UHT rasa-rasa sangat tinggi. Ini justru bisa berdampak negatif bagi anak-anak. Takutnya, alih-alih menyehatkan, konsumsi susu ini malah berkontribusi pada meningkatnya risiko stunting karena asupan gizi yang tidak seimbang,” jelasnya.

Lebih lanjut, Farah mengungkapkan bahwa kadar gula yang tinggi dalam susu UHT juga berpotensi meningkatkan angka obesitas pada anak. Obesitas yang terjadi sejak dini bisa memicu berbagai masalah kesehatan serius di kemudian hari, seperti diabetes, penyakit jantung, hingga gangguan metabolisme.

“Masih banyak masyarakat yang menganggap susu sebagai penyempurna makanan. Padahal, sebagai salah satu sumber protein, susu sebenarnya bisa digantikan dengan sumber protein lain yang lebih sehat dan alami, seperti ikan, telur, maupun produk nabati seperti kacang-kacangan,” tambahnya.

Farah juga mengaitkan Program Makan Bergizi Gratis dengan konsep gizi seimbang yang tercantum dalam panduan “Isi Piringku” dari Kementerian Kesehatan. Menurutnya, sajian makanan dalam program ini sudah memenuhi anjuran sekali makan yang direkomendasikan.

“Kalau dibandingkan dengan panduan Isi Piringku, mungkin sayur yang diberikan dalam program ini hanya sekitar tiga sendok makan saja. Padahal, dalam konsep Isi Piringku, porsi sayur yang dianjurkan mencapai sepertiga bagian dari total isi piring. Artinya, asupan serat dan mikronutrien dari sayuran masih bisa ditingkatkan agar lebih optimal,” paparnya.

Menurut Farah, sayuran merupakan sumber utama vitamin dan mineral yang sangat penting dalam menunjang sistem imunitas atau kekebalan tubuh anak. Dengan konsumsi sayur yang cukup, anak-anak akan lebih terlindungi dari berbagai penyakit infeksi dan memiliki daya tahan tubuh yang lebih baik.

“Dengan memperbaiki komposisi makanan yang diberikan, terutama dalam hal sumber protein dan sayuran, maka Program Makan Bergizi Gratis ini bisa lebih optimal dalam memberikan manfaat kesehatan bagi anak-anak, terutama dalam mencegah stunting dan masalah gizi lainnya,” tutupnya. (***)