Endang: Menjadi Bidan, Mahasiswa, dan Ibu Rumah Tangga dalam Satu Waktu

MENUNTUT ilmu tidaklah memandang usia. ini dibuktikan oleh Endang, seorang perempuan yang kembali melanjutkan studinya di bidang kebidanan pada usia 32 tahun. Di tengah peranannya sebagai seorang ibu rumah tangga dan pekerjaannya sebagai bidan yang sudah aktif sejak 2010, Endang tetap memiliki semangat yang luar biasa untuk terus belajar dan mengembangkan diri.

Langkah yang diambilnya pada usia yang mungkin bagi sebagian orang dianggap terlambat, tapi semangatnya untuk terus berkembang tidak pernah surut. Bekerja dengan hanya kemampuan ijazah D3 dirasa bidan bernama lengkap Endang Larasati ini tidak cukup. Menurutnya, bidan harus punya pengetahuan yang baik setara sarjana agar keterampilannya lebih luas.

“Peraturan saat ini kan Bidan itu harus lulus setara S1, apalagi kalau mau buka praktek mandiri harus ikut pendidikan profesi. Saya juga merasa kebidanan itu selalu berkembang dan perlu pembaruan pengetahuan dan  keterampilan biar bisa memberi pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat,” ungkapnya saat ditanya dorongan awalnya untuk lanjut studi.

Perjuangan ibu anak tiga itu tidaklah mudah. Mengatur waktu antara kuliah, pekerjaan, dan tanggung jawab keluarga menjadi tantangan tersendiri baginya.

“Yang paling berat itu mengatur waktu. Paginya saya harus bekerja sampai jam tiga, lalu kuliah, dan saat pulang juga kembali jadi ibu rumah tangga. Kalau ada tugas kuliah gitu biasanya saya kerjakan diatas jam 10 malam setelah anak-anak tidur. Walaupun kadang capek, tapi harus dijalani dan saya nikmati dengan penuh syukur,” kata perempuan kelahiran Jember, 21 Juli 1989 itu.

Ia menceritakan bahwa perjuangannya juga tidak luput dari dukungan penuh suaminya. “Alhamdulillah suami saya sangat kooperatif. Apalagi saat berada di komunitas profesi bidan, saya ditugaskan di madura, suami juga dengan senang hati mengantar. Pun dalam pembagian tugas untuk mendidik anak juga sangat kooperatif,” tambah istri dari Pri Agung Setiawan itu.

Perjalanan Endang dalam melanjutkan pendidikan profesi bidan tidak terlepas dari dukungan penuh dari tempatnya bekerja. Salah satu bentuk dukungan terbesar yang ia terima adalah beasiswa yang diberikan oleh rumah sakit tempat ia bekerja, yang tentunya menjadi keringanan besar baginya.

“Saya sangat bersyukur bisa mendapatkan beasiswa dari rumah sakit tempat saya bekerja untuk melanjutkan studi. Pun jika ada tugas atau keperluan yang mendadak, saya bisa mengkomunikasikan dengan teman-teman kerja untuk membantu bergantian di tempat kerja,” ujar Endang dengan penuh rasa syukur.

Kepedulian terhadap perempuan dan bayi merupakan salah satu alasan terbesar mengapa Endang memilih untuk menjadi seorang bidan, profesi yang dijalani dengan penuh cinta dan dedikasi. Baginya, membantu perempuan dalam salah satu momen paling penting dalam hidup mereka—melahirkan—dan memastikan keselamatan serta kesehatan bayi yang baru lahir adalah wujud nyata dari kecintaannya terhadap dunia kebidanan.

“Saya merasa adanya bidan yang berkompeten dan peduli itu sangat berpengaruh pada kesehatan ibu dan anak. Memberikan rasa aman dan nyaman saat proses kelahiran, dan membantu proses kelahiran itu menjadi motivasi besar saya,” ujarnya dengan penuh semangat.

Dengan segala pengalamannya dan rasa cintanya terhadap profesi ini, Endang merasa profesi ini bukan hanya pekerjaan baginya, melainkan panggilan jiwanya. Ia menunjukkan bahwa tidak pernah ada kata terlambat untuk belajar, dan ilmu pengetahuan adalah bekal terbaik yang bisa diperoleh dalam menghadapi tantangan masa depan.

“Saya percaya bahwa pendidikan yang berkelanjutan sangat penting untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, khususnya di bidang kebidanan,” ujarnya. (Humas Unusa)