Terapkan Pijat Tuina Untuk Atasi Stunting

ADA cerita menarik dari salah satu peserta pelantikan dan pengambilan sumpah pendidikan profesi bidan di Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa), Selasa (21/5) siang. Ia adalah Irawati Ningsih, seorang bidan bekerja di Puskesmas Jaddih, kec.Socah Kab. Bangkalan yang berhasil menerapkan inovasi pijat tuina untuk menanggulangi permasalahan stunting.

Di Desa Parseh, stunting menjadi masalah kesehatan yang serius dan membutuhkan penanganan segera. Melihat kondisi ini, Irawati tidak tinggal diam. Ia memanfaatkan pengetahuannya dalam bidang kesehatan dan terapi alternatif untuk menciptakan metode yang efektif dan mudah diterapkan di kalangan masyarakat desa.

“Awal mulanya saya tergerak untuk mengangkat persoalan stunting ini menjadi penelitian studi saya. Apalagi sejak menjadi bidan di daerah tempat saya bekerja, puskesmas jaddih persoalan kurang gizi pada balita masih banyak dijumpai.  Lalu tercetuslah pijat tuina ini sebagai salah satu solusi, dan Alhamdulillah hasilnya bagus,” ungkapnya.

Pijat tuina ialah teknik pijat yang digunakan untuk menangani penurunan nafsu makan pada bayi dan anak. Irawati mengadaptasi teknik ini untuk membantu memperbaiki asupan gizi pada anak-anak melalui stimulasi tubuh.

Untuk mengetahui keberhasilan yang signifikan, Irawati menerapkan inovasi ini selama enam bulan di Puskesmas tempatnya bekerja tepatnya didesa parseh Kec. socah. “Pijat tuina saya lakukan setiap hari selama 14 hari (2 sklus) dengan metode pengecekan tinggi dan berat badan setiap dua minggu sekali. Pemantauan ini dilakukan selama enam bulan dan hasilnya cukup bagus, bayi dan anak-anak jadi lahap makan dan berat badan naik,” ceritanya dengan semangat.

Melihat keberhasilan tersebut, Puskesmas Jaddih mendapat dukungan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur dan Dinas Kesehatan Kabupaten Bangkalan untuk menjadikan pijat tuina sebagai inovasi keberhasilan dalam pencegahan stunting. Selain itu, penerapan ini juga berkolaborasi dengan kepala desa, para perangkat desa serta komunitas ibu-ibu PKK (kader)untuk mengumpulkan para balita dan anak-anak.

“Alhamdulillah yang awalnya saya hanya menjadikan ini sebagai penelitian studi, akhirnya didukung penuh beberapa pihak diantaranya kepala desa juga memfasilitasi posyandu rutin di desa parseh wilayah kerja Puskesmas Jaddih sebagai upaya pencegahan stunting juga,” ucap wanita kelahiran 20 Januari 1991 itu.

Menjadi bidan profesional merupakan cita-cita Irawati sejak dulu, itu juga yang menjadi motivasinya untuk melanjutkan studi Profesi Bidan di Unusa. Irawati juga telah membuka praktek sendiri di rumahnya sebagai bentuk dedikasi penuh kepada warga sekitar tempat tinggalnya.

“Saya sudah menjadi bidan sejak tahun 2011, tetapi hanya lulusan D3. Kemudian tuntutan bidan saat ini setidaknya harus S1, dan akhirnya saya terdorong untuk lanjut studi hingga profesi, selain itu juga ingin meng-update ilmu baru. Kedepannya saya ingin fokus menjadi bidan profesional, bekerja di Puskesmas dan tetap membuka praktek sendiri di rumah untuk bantu orang-orang biar tidak perlu jauh-jauh ke Puskesmas,” ucapnya. (Humas Unusa)