Surabaya – Bencana alam menjadi salah satu ancaman yang harus disiapkan oleh pemerintah maupun masyarakat Indonesia. Para ahli geologi dan ahli bencana di Indonesia telah mengeluarkan peringatan serius mengenai potensi bencana megatsunami di pesisir Jawa Timur.
Kondisi geologis dan seismik di wilayah ini disebut-sebut memiliki karakteristik yang dapat memicu terjadinya megatsunami, sebuah gelombang laut besar akibat longsor bawah laut atau gempa bumi yang kuat atau megathrust.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Timur telah mendata ada delapan Kabupaten/kota di Jawa Timur yang berpotensi megathrust. Pemerintah setempat telah meningkatkan upaya mitigasi dengan memperkuat sistem peringatan dini tsunami, membangun infrastruktur tanggap bencana, dan menyusun rencana evakuasi yang efektif. Pembaruan teknologi juga digunakan untuk meningkatkan pemantauan aktivitas seismik di wilayah tersebut.
Inisiatif yang diambil oleh Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) dalam menghadapi potensi bencana gempa bumi dan tsunami tidak hanya mencerminkan tanggung jawab sebagai lembaga pendidikan, tetapi juga menunjukkan komitmen nyata terhadap kesejahteraan masyarakat. Kerjasama Unusa dengan UNICEF dan Dinas Kesehatan Jawa Timur dalam merumuskan rencana kontingensi gizi sebagai langkah konkret dan strategis untuk memitigasi dampak krisis gizi yang mungkin terjadi dalam situasi bencana alam.
Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Unusa, A. Syafiuddin, dengan tegas menggarisbawahi pentingnya kegiatan finalisasi rencana kontingensi gizi tersebut. Dalam keterangannya, ia menyoroti peran krusial kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat dalam upaya persiapan menghadapi bencana. “Terutama untuk menghadapi bencana gempa bumi dan tsunami,” ujarnya, Kamis (4/1) lalu.
Pengintegrasian UNICEF sebagai lembaga internasional yang fokus pada kesejahteraan anak-anak menambah dimensi global pada upaya lokal Unusa, menciptakan sinergi yang kuat dalam penanggulangan dampak bencana.
Keputusan untuk fokus pada gempa bumi dan tsunami sebagai potensi ancaman bencana mencerminkan pemahaman mendalam terhadap geografi dan risiko yang dihadapi wilayah tersebut. Hal tersebut menunjukkan respons cepat Unusa dalam menghadapi tantangan darurat.
Langkah-langkah proaktif yang diambil Unusa ini bukan hanya mencakup aspek penanganan darurat, tetapi juga menitikberatkan pada konteks gizi, yang seringkali terabaikan dalam upaya bencana. Hal ini menunjukkan pandangan holistik terhadap kesejahteraan masyarakat, khususnya anak-anak dan kelompok rentan lainnya, yang memerlukan perhatian khusus dalam situasi krisis.
Diharapkan, kerjasama ini tidak hanya menjadi upaya tanggap darurat, tetapi juga menciptakan kerangka kerja yang berkelanjutan untuk penanggulangan dampak bencana di masa depan. Kegiatan semacam ini dapat menjadi inspirasi bagi institusi pendidikan lainnya untuk berperan aktif dalam menjaga keselamatan dan kesejahteraan masyarakat di sekitarnya. (***)