Surabaya – Krisis air bersih merupakan permasalahan lingkungan yang dialami oleh banyak negara, termasuk Indonesia. Melihat isu itu, Global Engagement Nahdlatul Ulama University of Surabaya (Genus) kembali menggelar 3rd Brave Program dengan mengangkat tema Making SDGs Reality ‘Clean Water, Sanitation, Good Health, and Well Being’. Dalam kegiatan ini diikuti oleh 11 mahasiswa dari Malaysia.
Program yang digelar oleh Genus ini bertujuan untuk mendukung pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs). Acara dibuka dengan menggelar seminar yang mengangkat isu-isu penting dalam bidang lingkungan dan kesejahteraan yang turut menghadirkan dua narasumber yakni Achmad Syaifuddin selaku Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Unusa dan Armytanti Hanum selaku Regional Corporate Affairs Manager Coca-cola Europacific Partners Indonesia.
Dalam acara ini, Achmad Syafiuddin menjelaskan tentang pentingnya akses air bersih bagi masyarakat, terutama dalam konteks pesantren tradisional. Ia mengatakan bahwa 49,4% pesantren di Indonesia merupakan pesantren tradisional dan aktifitas sehari-harinya masih menggunakan air sungai yang berada disekitar pesantren tanpa adanya filtrasi.
“Pendistribusian air tanpa adanya filtrasi bisa menyebabkan beragam penyakit seperti gatal-gatal ataupun penyakit kulit bahkan penyakit tenggorokan, dan hal tersebut dapat menganggu aktifitas sehari-hari, itulah mengapa kasus air bersih ini perlu kita fokuskan dan perlu adanya penyediaan filter air bersih terutama di pesantren tradisional,” jelasnya.
Sedangkan tajuk kedua dalam seminar yaitu ‘Sustainability for a Better Shared Future Especially for Plastic Management’ yang dijelaskan oleh Armytanti Hanum. Sebagai bagian dari perusahaan yang memproduksi kemasan plastik, Armytanti menjelaskan bahwa perusahaan saat ini perlu memfokuskan diri terhadap isu pengelolaan plastik, salah satunya dengan menggunakan kemasan plastik rPET atau plastik yang dapat didaur ulang.
“Setiap perusahaan produsen plastik perlu memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan. Penggunaan plastik rPET atau daur ulang dapat dilakukan sebagai solusi inovatif dan upaya mencapai tujuan SDGs,” ujarnya.
Armytanti menambahkan, perusahaan juga perlu melakukan program human right audit sebagai bentuk CSR perusahaan kepada lingkungan sosial sekitar. “Human right audit program sendiri dilakukan sebagai bentuk kepedulian sosial perusahaan, contohnya seperti memberikan dukungan kesehatan atau pendidikan kepada waste pickers atau pemulung plastik yang membantu mengumpulkan sampah plastik perusahaan kita,” jelasnya.
Rektor Unusa, Prof. Dr. Ir. Achmad Jazidie, M.Eng., mengatakan bahwa kegiatan ini dapat menjadi wadah untuk belajar, berkolaborasi, dan berkontribusi pada program berkelanjutan bagi para peserta.
“Dengan mengangkat tema pembangunan keberlanjutan atau SDGs, kami ingin menangkap semangat tanggung jawab bersama dan menciptakan masa depan yang lebih baik serta pembangunan berkelanjutan untuk generasi kita dan generasi berikutnya, sekaligus dapat menjadi katalisator perubahan positif bagi sekitar,” ungkapnya.
Program Brave yang ke-3 ini akan berlangsung pada tanggal 21-26 Agustus, yang mencakup berbagai kegiatan pembelajaran, kolaborasi, dan interaksi antarbudaya. Para peserta diharapkan mendapatkan pengalaman berharga yang dapat diterapkan di lingkungan sekitar mereka serta berkontribusi pada upaya pencapaian SDGs secara lebih luas. (Humas Unusa)