Surabaya – Pengabdian masyarkat (Pengmas) terkait dengan penerapan sistem pemanena air terpadu dan filtrasi berbasis saringan pasir lambat dikombinasikan dengan karbon aktif sebagai upaya mengentaskan krisi air bersih secara mandiri dan berkelanjutan, telah berhasil mengatasi krisis air di Pondok Pesantren Addurriyah Nyantren Desa Bangkes, Kadur, Pamekasan.
Pengmas yang diwujudkan dalam bentuk pembangunan instalasi air bersih tersebut telah diserahterimakan dari Unusa kepada pengasuh pondok pasantren pada 25 Desember 2021. Selain penyerahan satu paket intalsasi air bersih, sebelumnya kegiatan Pengmas juga memberikan pelatihan bagaimana warga ponpes dan masyarakat sekitarnya dapat mengelola dan menyiapkan air bersih untuk keperluan sehari-hari.
Dalam acara penyerahan instalasi air bersih tersebut hadir Wakil Rektor II, Ir Muhammad Faqih, MSA., Ph.D dan beberapa tokoh masyarakat, anggota DPRD Kab. Pamekasan serta beberapa pimpinan ponpes di Pamekasan.
Kyai As’ad, Ketua Yayasan Khalid bin Walid yang menaungi Ponpes Addurriyah berterima kasih atas apa yang sudah diberikan Unusa melalui Pengmas terkait dengan pembangunan dan pelatihan untuk mengelola air bersih. Sebelumnya kondisi air di sini sangat keruh dan tidak layak konsumsi. Padahal air sangat dibutuhkan bagi santri, baik untuk mandi, wudhu hingga masak. Saya berterima kasih ada kampus yang tergerak untuk melakukan pengabdian masyarakat agar air layak digunakan. Selama ini kami kesusahan dalam memperoleh air bersih apalagi masuk musim kemarau, air sangat susah,” katanya.
Anggota DPRD Pamekasan, H.M. Lutfi berharap apa yang sudah diberikan Unusa kepada Ponpes bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin. “Saya melihat apa yang dilakukan dalam Pengmas Unusa sangat revolusioner, terutama dalam mengatasi krisis air di Kabupaten Pamekasan. Mudah-mudahan dapat ditiru di daerah lain,” katanya.
M. Lufi juga berharap Pemkab Pamekasan harus bisa bersinergi agar program mengatasi krisis air di Pamekasan bisa berkelanjutan dan tidak sebatas pada hasil penelitian dan Pengmas saja, tapi juga perlu dikembangkan, karena untuk daerah kering dan kritis di Pamekasan kebutuhan air untuk minum mengandung zat padat yang terlarut dalam air sangat tinggi. Ini perlu dijelaskan pada masyarakat sebagaimana yang telah dilakukan oleh Unusa. “Saya juga berharap hendaknya Unusa dapat terus mendampingi dan memberi pembelajaran kepada masyarakat, sehingga mereka sadar akan pentingnya air bersih,” katanya.
Sebelumnya Ponpes sudah membuat lima titik sumur bor, namun hanya dua sumber air yang dapat digunakan. Dari dua sumber air itu satu sumber kondisi airnya keruh serta berdebu dan mengandung kapur. Untuk bisa memperoleh air bersih, pondok pesantren harus mengebor wilayah tersebut hingga kedalam 100 meter baru bisa digunakan..
Melihat kondisi lapangan yang diceritakan pimpinan Ponpes, Ketua LPPM Unusa, Achmad Syafiuddin, S.Si., M.Phil., Ph.D ia merasa prihatin dan melakukan Pengmas di ponpesa tersebut. “Sudah jelas jika kondisi air yang ada di wilayah tersebut tidak layak, karena keruh serta ada bintik putih yang jika lama akan licin, sehingga tidak layak untuk konsumsi karena air sudah tercemar,” katanya.
Keperihatinan iini pulalah yang mendorong Syafiuddin melakukan Pengmas di Ponpes Addurriyah dengan memberikan pelatihan sekaligus mendesain instalasi air bersih. “Jika kami hanya mengajarkan bagaimana memanfaatkan air yang semula tidak layak pakai menjadi layak minum dalam bentuk ceramah saja, rasanya kurang afdol, karena itulah kami bangunkan instalasi sebagai contoh nyata dan sekaligus bisa dimanfaatkan. Mudah-mudahan bisa dicontoh dengan yang lain,” katanya.
Syafiuddin berharap adanya triple helix yang tepat antara Universitas, Mitra, dan Pemerintah. “Dengan begitu masalah air bersih ini akan teratasi dengan kerjasama yang baik antara ketiga unsur tersebut,” ucapnya. (***)