Unusa dan Direktorat Pelayanan Kesehatan Kelompok Rentan Kemenkes RI Gelar Kampanye P3LP di Pesantren

Surabaya – Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) terus berkomitmen dalam memperkuat peran perguruan tinggi terhadap kesehatan masyarakat, khususnya di kalangan remaja pesantren. Bersama Kementerian Kesehatan RI, Direktorat Pelayanan Kesehatan Kelompok Rentan, dan Center for Public Mental Health (CPMH), Unusa menggelar kegiatan Kampanye Pertolongan Pertama pada Luka Psikologis (P3LP) yang melibatkan lima pondok pesantren di Kab. Sidoarjo. Kelima pondok pesantren itu masing-masing, Ponpes Al Hidayah; Ponpes As-Syafi’iyah; Ponpes Jabal Noer; Ponpes Burhanul Hidayah; dan Ponpes Mambaul Ulum Panjunan.

Kampanye ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan kemampuan warga pesantren—baik santri, pengasuh, maupun tenaga pendidik—dalam mengenali tanda-tanda gangguan psikologis serta memberikan pertolongan awal (first psychological aid) bagi santri yang mengalami tekanan emosional.

Direktur Pelayanan Kesehatan Kelompok Rentan, dr. Imran Pambudi, MPHM., menekankan bahwa kesehatan jiwa merupakan aspek krusial yang berpengaruh langsung terhadap kualitas hidup dan produktivitas masyarakat. Ia menjelaskan, berdasarkan data, populasi usia produktif di Indonesia—yakni kelompok usia 15 hingga 64 tahun—mencapai 69,51 persen dari total penduduk.

“Apalagi sebagian besar kelompok usia produktif itu berada di lingkungan pendidikan, termasuk sekolah dan lembaga khusus seperti pesantren. Kondisi itu berpotensi menimbulkan tekanan psikologis atau distress apabila tidak dikelola dengan baik,” tuturnya.

Ia berharap, program ini dapat menjadi momentum kolaborasi yang luar biasa antara Kementerian Kesehatan dengan institusi pendidikan, khususnya Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa), dalam memperkuat upaya peningkatan kesehatan jiwa di kalangan pelajar dan santri. “Harapannya, program ini jadi langkah awal dalam membangun pesantren yang ramah kesehatan mental,” imbuhnya.

Salah satu pembicara dalam kegiatan ini adalah dr. Paramita Sari, M.Sc, dosen Fakultas Kedokteran Unusa, yang akan membawakan materi “Mental Health pada Remaja”. Dalam paparannya, dr. Paramita menekankan pentingnya memahami dinamika psikologis remaja yang tengah berada dalam masa pencarian jati diri, sekaligus menghadapi tekanan akademik dan sosial di lingkungan pesantren.

“Remaja di pesantren punya tantangan khas, seperti adaptasi terhadap kehidupan komunal, tuntutan akademik, serta keterbatasan akses terhadap layanan kesehatan mental. Karena itu, perlu ada pendekatan yang sesuai dengan nilai-nilai pesantren untuk membekali mereka kemampuan mengelola stres dan emosi,” ujar dr. Paramita.

Menurutnya, luka psikologis sering kali tidak tampak secara kasat mata, namun dapat berdampak panjang terhadap perilaku, prestasi belajar, bahkan relasi sosial seseorang. Dengan pembekalan yang tepat, para santri dan pendamping diharapkan mampu memberikan dukungan psikologis dasar sebelum kasus berkembang lebih jauh.

Sinergi Perguruan Tinggi dan Pesantren

Program P3LP ini merupakan hasil kolaborasi lintas lembaga yang menggabungkan keunggulan akademik, pendekatan berbasis komunitas, serta nilai-nilai keagamaan. Unusa melalui Fakultas Kedokteran dan tim pengabdian masyarakat berperan dalam desain pelatihan dan pendampingan berkelanjutan.

Selain seminar dan kampanye edukatif, kegiatan ini juga mencakup; Simulasi penanganan awal kasus psikologis bagi santri dan pengasuh; Pelatihan konselor sebaya (peer counselor) di lingkungan pesantren; dan Pembentukan jejaring pendamping kesehatan mental pesantren yang berkoordinasi dengan fasilitas layanan kesehatan setempat.

Melalui pendekatan tersebut, diharapkan pesantren dapat memiliki sistem deteksi dini dan rujukan bagi santri yang membutuhkan penanganan lebih lanjut.

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa), Dr. Handayani, dr., M.Kes., menegaskan bahwa kegiatan ini merupakan upaya nyata dalam pencegahan gangguan psikologis, khususnya di lingkungan pondok pesantren yang berperan penting dalam membentuk karakter dan nilai-nilai moral generasi bangsa. Ia menjelaskan, program tersebut sejalan dengan visi dan misi Unusa yang berfokus pada pemberdayaan komunitas pesantren agar semakin sehat, kuat, dan berdaya. “Kami ingin para santri memiliki mental yang sehat dan tangguh, karena kesehatan mental merupakan pondasi utama dalam menjalani kehidupan,” ujarnya.

Beliau turut menegaskan bahwa kegiatan ini merupakan bentuk nyata kontribusi Unusa dalam mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs), terutama SDG 3: Kesehatan yang Baik dan Kesejahteraan (Good Health and Well-being).

“Unusa berkomitmen menjadi kampus yang tidak hanya unggul dalam akademik, tetapi juga hadir di tengah masyarakat. Kesehatan mental adalah bagian integral dari kesehatan manusia yang utuh, dan pesantren menjadi salah satu komunitas penting untuk membangun kesadaran ini,” jelas Dekan.

Lebih lanjut, dikatakan, kegiatan P3LP ini juga menjadi wujud nyata misi Unusa sebagai kampus yang menyehatkan bangsa, dengan menjangkau kelompok rentan dan wilayah berbasis komunitas.

Kampanye P3LP di lima pesantren di Sidoarjo ini diharapkan menjadi percontohan nasional dalam upaya membangun pesantren sehat secara fisik dan mental. Kegiatan ini tidak hanya menanamkan kesadaran tentang pentingnya kesehatan mental, tetapi juga menumbuhkan kemampuan pesantren dalam menciptakan lingkungan belajar yang suportif, inklusif, dan menenangkan bagi santri.

Melalui kolaborasi antara perguruan tinggi, pemerintah, dan komunitas pesantren, Unusa optimistis bahwa gerakan seperti ini dapat menjadi pondasi penting dalam memperkuat ketahanan mental generasi muda Indonesia, sekaligus memperluas jangkauan pendidikan kesehatan berbasis nilai-nilai keislaman dan kemanusiaan. (Humas Unusa)