Surabaya – Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (UNUSA) bersiap mencetak sejarah barunya dengan rencana pendirian Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi. Program ini akan menjadi prodi PPDS pertama di UNUSA sejak FK UNUSA telah meraih akreditasi unggul pada Mei 2025 lalu.
Langkah strategis ini menandai komitmen UNUSA dalam memperluas kontribusinya terhadap peningkatan kualitas layanan kesehatan nasional, khususnya di bidang penyakit saluran pernapasan. Sebagai bagian dari proses perizinan, UNUSA telah menjalani evaluasi lapangan oleh Direktorat Kelembagaan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek).
Evaluasi ini dilakukan secara hybrid di Ruang Rapat Rektor Kampus B Unusa serta melalui platform zoom, Selasa (28/08). Dalam hal ini, turut dihadiri oleh perguruan tinggi pendamping yakni Universitas Sebelas Maret, rumah sakit pendidikan UNUSA, para asesor hingga Ketua Kolegium Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Indonesia. Selain itu hadir pula Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) wilayah VII, LAMPTKes, KKI, AIPKI, juga ARSPI.

Direktur Kelembagaan Kemendiktisaintek diwakilkan Deny Kurniawan menegaskan bahwa visitasi tersebut bukan sekadar tahapan administratif, melainkan proses penting untuk memastikan kesiapan institusi.
“Proses ini merupakan klarifikasi dan konfirmasi terhadap dokumen usulan. Hanya satu langkah lagi menuju izin operasional. Kami berharap perbaikan nanti bersifat minor,” ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, calon Ketua Program Studi (Kaprodi) PPDS Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Dr. dr. Adyan Donastin, Sp.P., memaparkan berbagai aspek akademik kepada tim evaluator, mulai dari visi-misi, profil lulusan, kurikulum, capaian pembelajaran, hingga tata pamong dan sistem penjaminan mutu internal (SPMI). Dijelaskan juga, kesiapan infrastruktur pendukung, termasuk Rumah Sakit Islam (RSI) Ahmad Yani dan RSI Jemursari sebagai rumah sakit pendidikan utama, serta keberadaan TB Center UNUSA yang menjadi basis kegiatan penelitian dan pelayanan penyakit paru.
Tak hanya itu, rumah sakit mitra pendidikan turut bergabung secara daring dalam sesi breakout room untuk mempresentasikan kesiapan fasilitas dan layanan klinik yang akan mendukung kegiatan pembelajaran bagi calon dokter spesialis.

Dokter Adyan menjelaskan, pendirian program ini dilatarbelakangi meningkatnya angka kasus penyakit pernapasan di Indonesia, seperti tuberkulosis (TBC), asma, dan kanker paru yang sebagian besar disebabkan oleh kebiasaan merokok. “Indonesia kini menempati peringkat kedua tertinggi kasus TBC di dunia setelah India. Di sisi lain, distribusi dokter spesialis paru di Indonesia masih belum merata, di mana 60 persen terkonsentrasi di Pulau Jawa,” ungkapnya.
Dari hasil evaluasi, UNUSA diberi dua catatan penting untuk perbaikan, yakni pada aspek kurikulum dan aspek sumber daya manusia (SDM). Meski demikian, pihak evaluator menilai bahwa UNUSA telah menunjukkan kesiapan yang baik secara kelembagaan dan infrastruktur.

Apabila izin operasional resmi diterbitkan, UNUSA akan mencatat sejarah pertamanya dalam pendirian Prodi PPDS. Keberadaan program ini diharapkan dapat memperkuat jejaring UNUSA dalam melahirkan dokter spesialis yang berorientasi pada pelayanan umat serta menjawab kebutuhan nasional akan tenaga ahli di bidang pulmonologi dan kedokteran respirasi. (Humas Unusa)
English

