Peran Gizi dalam Pencegahan dan Terapi Kanker, Ini Penjelasan Dosen Unusa

Surabaya – Kanker merupakan penyakit kompleks yang muncul akibat mutasi genetik, epigenetic, dan disfungsi sistem imun yang menyebabkan sel tumbuh tanpa kendali. Yang mana menjadi salah satu penyakit yang mendapat perhatian utama oleh pemerintah.

Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia setidaknya terdeteksi 400 ribu kasus baru kanker setiap tahunnya, dengan kematian 240 ribu kasus. Bahkan kasus kanker di Indonesia diperkirakan terus meningkat hingga menyentuh lebih dari 70 persen pada 2050 jika tidak memperkuat pencegahan dan deteksi dini.

Dosen Program Studi (Prodi) Gizi Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) Farah Nuriannisa S.Gz., M.P.H., mengatakan dalam dekade terakhir penelitian menunjukkan bahwa pola makan tidak hanya mempengaruhi risiko terjadinya kanker. Akan tetapi juga mendukung efektivitas terapi dan kualitas hidup pasien.

Diet kaya buah, sayur dan serat, terutama yang mengandung antioksidan membantu mengurangi stress oksidatif dan inflamasi kronis. Diketahui sebagai dua faktor utama pembentukan sel kanker. “Sebaliknya, mengkonsumsi daging merah seperti sapi atau babi dan olahan seperti nugget, sosis, smoked beef, bisa meningkatkan risiko kanker kolorektal, lambung, dan pankreas,” ucapnya.

Tak terkecuali produk hasil proses pemanggangan seperti hidrokarbon aromatic polisklik (PAH) dan amina heterosiklik. Ini karena kandungan nitrosamine dan senyawa karsinogenik lainnya. Selain itu, obesitas akibat asupan energi dan lemak berlebih juga dikaitkan dengan risiko beberapa jenis kanker seperti kanker endometrium, payudara, post menopause, dan esofagus.

Farah menuturkan, pada pasien kanker risiko malnutrisi sangat tinggi akibat penyakit dan pengobatan seperti kemoterapi, radioterapi, dan pembedahan. “Ini memicu penurunan asupan, penyerapan dan gangguan metabolisme karena inflamasi, kemudian berkembang menjadi kehilangan massa otot dan berat badan drastis,” jelasnya.

Intervensi gizi dianggap krusial dalam terapi kanker. Tujuannya adalah memenuhi kebutuhan energi dan protein, menjaga atau menambah massa otot, serta menangani gejala seperti mual hingga demam. Zat gizi bio aktif juga sering menjadi perhatian dalam penelitian kanker. Asam lemak omega 3, yang terdapat pada minyak ikan. “Memiliki potensi menekan zat pemicu peradangan dan mendukung sintesis protein otot,” tuturnya.

Vitamin D berperan dalam regulasi siklus sel, sementara fitokimia seperti sulforaphane, curcumin, dan resveratrol diteliti karena efek antikarsinogeniknya. Meskipun begitu, suplemen nutrisi harus digunakan secara individual serta berhati-hati karena potensinya yang mampu berinteraksi dengan kemoterapi. “Secara keseluruhan pendekatan terapi gizi pada pasien kanker harus bersifat holistic, berbasis bukti, dan terintegrasi dalam tim multidisiplin,” tegasnya. (Humas Unusa)