Hipertensi dan Diabetes Jadi Penyebab Gagal Ginjal, Ini Penjelasan Dosen Unusa

Surabaya – Kasus gagal ginjal di Indonesia diperkirakan terus meningkat. Berdasarkan data dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan pada tahun 2024 terdapat 134.057 pasien gagal ginal yang menjalani prosedur cuci darah atau hemodialisis. Namun angka tersebut masih belum termasuk pasien yang tidak terdaftar dalam BPJS. Setidaknya ada Rp11 Triliun yang dikeluarkan BPJS untuk pembiayaan pasien gagal ginjal.

Angka tersebut jauh lebih tinggi daripada tahun 2019 sebesar Rp6,5 Triliun, yang mana menunjukkan korelasi dengan jumlah pasien gagal ginjal yang terus meningkat. Menanggapi hal tersebut Wakil Dekan I Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) dr. Ardyarini Dyah Savitri, Sp.PD., mengatakan jika gagal ginjal menjadi kasus yang begitu diperhatikan pemerintah. Bukan hanya Indonesia, namun negara-negara lain juga.

Dokter spesialis penyakit dalam tersebut juga menjelaskan jika ginjal memiliki fungsi yang sangat vital bagi tubuh. Yakni, membuang sisa metabolisme atau racun-racun yang ada di dalam tubuh, menjaga keseimbangan cairan termasuk menjaga keseimbangan elektrolit, hingga menjaga kestabilan tekanan darah. “Dan gagal ginjal ini jadi gangguan kesehatan pada ginjal yang banyak ditakuti,” jelasnya (3/6).

Pasien-pasien dengan gagal ginjal diketahui memiliki tingkat kesehatan yang sangat rendah, yang berdampak pada kualitas hidup yang akan menurun. Bagi pasien dengan gagal ginjal, setidaknya dua kali dalam seminggu harus melakukan cuci darah, agar ureum atau sisa metabolisme tubuh bisa terbuang. Pasalnya jika ureum tidak dikeluarkan akan berakibat pada nafas yang berbau seperti urin, pembengkakan paru-paru. “Juga bisa mengganggu kerja otak, karena ureum ini akan masuk ke dalam otak yang bisa menyebabkan tidak sadar bahkan kejang,” beber dokter Ardyarini.

Dokter Adyarini menyebutkan ada beberapa faktor yang menyebabkan gagal ginjal. Seperti hipertensi atau tekanan dara tinggi, diabetes, hingga batu ginjal. Pasien gagal ginjal karena diabetes dan hipertensi seringkali ditangani saat kondisi sudah buruk. Hal ini disebabkan karena tidak ada keluhan yang nyata. “Seringkali kalau pasien saya itu merasa baik-baik saja, tidak pusing, merasa sehat,” ungkapnya.

Namun seringkali ditemui pula bahwa pasien baru mengetahui mereka terkena diabetes atau hipertensi ketika dinyatakan gagal ginjal. Bahkan hipertensi juga dikatakan sebagai silent killer, karena tanpa gejalapun bisa mengakibatkan gangguan pada ginjal. “Jadi hipertensi dan gagal ginjal ini seperti lingkaran setan, karena hipertensi merupakan penyebab gagal ginjal tapi orang dengan gagal ginjal memberikan tanda hipertensi,” jelasnya. (Humas Unusa)