Surabaya – Politik merupakan aspek yang erat dengan kehidupan masyarakat sehari-hari. Bahkan sejak lahir manusia hingga akhir hayat, manusia tidak akan lepas dari politik. Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) melalui Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) ingin berbagi pengetahuan mengenai politik yang lebih kompleks dari kehidupan sehari-hari, yang mana berkaitan dengan lembaga pemerintahan. Wakil Rektor 1 Unusa Prof. Kacung Marijan mengatakan meskipun di Unusa tidak ada jurusan politik tapi memahami ilmu politik juga diperlukan.

MPM Unusa menggandeng Dosen Ilmu Politik Universitas Airlangga, Lalu Ary Kurniawan dan Anggota DPRD Kota Surabaya Muhammad Saifuddin untuk membahas “Membangun Kepemimpinan Legislatif di Era Modern”. Seperti banyak diketahui adanya perdebatan di kalangan masyarakat dalam membahas kinerja anggota badan legislatif, baik di tingkat DPR maupun DPRD.
Saifuddin atau yang akrab disapa Cak Udin ini menjelaskan jika terdapat tiga fungsi dari legislatif. “Legislasi atau membuat Undang-Undang, atau Perda (peraturan daerah, red) jika di tingkat daerah, Controlling atau pengawasan, dan Budgeting atau membuat anggaran,” ungkapnya.
Menurutnya hal-hal yang dijanjikan di luar ketiga fungsi tersebut bukanlah hal yang tepat, karena badan legislatif hanya memiliki tiga fungsi tersebut. Akan tetapi pada hakekatnya menjadi anggota DPR, DPD maupun DPRD itu mendengarkan rakyat, yang mana disampaikan pada saat rapat kemudian diaktualisasikan.
Begitu pula dengan Ary, yang sepakat dengan Cak Udin. Dalam menjalankan tiga fungsi tersebut peran anggota legislatif sebagai perwakilan rakyat, tidak bekerja secara independen atau bebas dari kepentingan rakyat. Keterlibatan sipil dalam cara kerja badan legislasi begitu penting. “Dalam mekanisme legislatif itu merupakan sistem yang mana terdiri dari input, sistem, dan juga output,” jelasnya.
Input yang dimaksud bisa berupa apresiasi, aspirasi, tuntutan, saran atau bahkan demonstrasi. Ini yang kemudian perlu diserap oleh anggota legislatif, untuk kemudian diseminasikan atau bahkan dibentuk dalam produk-produk kebijakan. “Misalnya berbicara di tingkat Nasional, pembuatan Undang-undang, pada saat naskah akademis dibuat itu biasanya akan ada diskusi, public hearing baik dari masyarakat maupun mahasiswa,” ujarnya.

Bahkan mahasiswa yang juga dikenal sebagai agent of change seringkali akan bersatu turun jika ditemui adanya hal-hal yang kurang pas dalam pembuatan peraturan. Sehingga perlu diketahui bahwa legislatif tidak bekerja secara konstitusional, namun peran sipil sangat diperlukan. Ary menuturkan jika sebagai seorang akademisi, melihat badan legislatif ini bukan hanya bekerja secara simbolis namun juga substantif.
Berbicara mengenai aksi demonstrasi, juga perlu diketahui jika dalam menyampaikan aspirasi terdapat mekanisme yang harus dilalui. Cak Udin mengatakan jika aksi tersebut memang harus dilakukan ketika proses audiensi sudah tidak ditemukan solusinya. “Namun memang ada momentum-momentum mendesak yang tidak perlu audiensi,” bebernya. Pun aksi demonstrasi juga perlu dilakukan dengan tertib.
Namun perlu digaris bawahi pula, ketika mahasiswa maupun rakyat yang turun untuk melakukan aksi demonstrasi harus memahami konteks dan aspirasi yang akan disampaikan dalam aksi tersebut. (Humas Unusa)
English

