WALAU belum ada keluarga yang berkecimpung di bidang kesehatan, Anin memiliki tekad optimis untuk menggapai cita-citanya sebagai dokter. Sejak duduk di bangku sekolah, ia telah membayangkan dirinya berkiprah di dunia medis meski latar belakang keluarganya sebagian besar merupakan wirausahawan, hal inilah yang menjadi kebanggaan tersendiri bagi diri dan keluarganya.
Karena itu pula, tantangan demi tantangan tidak membuatnya gentar; justru, setiap rintangan mengukuhkan keinginan untuk mengukir prestasi di bidang yang selama ini ia impikan. Hingga akhirnya perjalanan itu terbayarkan saat ia resmi disumpah pada Sumpah Profesi Dokter Unusa, Kamis (20/2).
“Dari awal, saya memang ingin masuk kedokteran. Awalnya sempat ingin mengurungkan impian itu, karena takut membebankan orang tua karena biayanya juga, tapi Alhamdulillah, orang tua saya selalu mendukung penuh, memotivasi, dan meyakinkan saya. Dan sekarang bisa dibilang saya membuat dobrakan, jadi nakes pertama di keluarga hehe,” ujar pemilik nama lengkap Anindhiya Pramita Kusuma.
Setelah menempuh pendidikan di bidang kedokteran selama hampir 6 tahun, Anin menjadi mengerti banyak ilmu pengetahuan yang membuatnya semakin terpukau dengan kekuasaan Allah yang memiliki kemampuan untuk menciptakan manusia secara detail. Ia semakin paham, bahwa menjadi seorang dokter itu tidak hanya butuh soal kepandaian, namun diperlukan juga rasa empati, etika, dan jiwa sosial yang tinggi.
“Selama masa kuliah sampai di profesi dokter ini, banyak hal yang saya pelajari, mulai dari teori hingga sosial. Saya semakin yakin, cinta, dan enjoy dengan segala tantangan maupun keberhasilan di bidang yang saya cita-citakan ini,” ujarnya.
Ditanya rancangan kedepan? Anin menjelaskan, setelah internship ia ingin mengambil pelatihan sertifikasi estetika, sehingga dari situ ia bisa mempunyai bekal dan dapat bekerja di klinik kecantikan dan estetik, hal tersebut juga menjadi salah satu keinginannya.
“Setelah internship, saya ingin mengambil sertifikasi di bidang estetika. Saya tertarik dengan dunia estetika juga. Jadi, untuk jangka dekatnya, setelah menjalani internship saya ingin kerja dulu sambil mengumpulkan uang. Soalnya saya masih pengen bisa lanjut spesialis tapi ingin dengan biaya sendiri,” jelas anak pertama dari empat bersaudara, pasangan Rahmat Sapar dan Suparni Aliani itu.
Anin juga bercerita, selama menjalani masa koas, ia sangat tertarik dan enjoy pada saat berada di stase bedah. “Stase yang menurut saya paling saya minati itu bedah, disitu kan praktek anestesi juga, dan saya suka dengan kegiatan tindakan-tindakan seperti itu. Kedepannya juga kalau ada kesempatan, pengen ambil spesialis di bidang bedah,” ujarnya. Kini, dengan hati yang penuh syukur dan tekad bulat, Anin siap melangkah ke fase berikutnya dalam karirnya –menjadi dokter yang tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga kaya akan empati dan nilai-nilai kemanusiaan. (Humas Unusa)