Dosen Unusa Jelaskan Penyebab dan Solusi Gangguan Pendengaran Pada Anak

Surabaya – Peran telinga pada organ pendengaran begitu penting dalam proses menerima suara dan menghantarkannya. Telinga sendiri memiliki tiga bagian, yaitu bagian luar, tengah dan dalam. Jika salah satu bagian mengalami cedera, organ pendengaran akan mengalami gangguan.

Dosen Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) dr. Rizka Dany Afina, Sp.T.H.T.B.K.L menjelaskan bahwa gangguan pendengaran bisa terjadi pada orang dewasa maupun anak-anak. Berdasarkan penyebabnya, gangguan pendengaran memiliki beberapa tipe, yakni tipe saraf, tipe konduksi, dan tipe campuran.

Pada gangguan pendengaran tipe saraf, ini bisa terjadi karena adanya disfungsi saraf pendengaran bagian dalam atau koklea.

“Gangguan pendengaran tipe saraf ini bisa terjadi pada anak yaitu berupa gangguan pendengaran kongenital atau bawaan yang dapat disebabkan karena adanya gangguan dalam masa pembentukan organ pendengaran pada saat ibu mengandung usia kehamilan 4-5 minggu. Misalnya ibu mengalami infeksi karena virus, atau ibu mengalami demam tinggi, bisa disertai adanya bintil merah pada kulit atau ibu terdiagnosis penyakit rubella tau toksoplasma,” ungkapnya.

Oleh karena itu dr Rika mengarahkan bagi para ibu untuk melakukan skrining pada bayi mereka. Terutama pada bayi yang memiliki risiko tinggi yaitu ibu yang memiliki riwayat infeksi pada kehamilan seperti yang dijelaskan sebelumnya, bayi yang lahir dengan berat lahir kurang dari 1500 gram, lahir prematur dan juga bayi yang memiliki cacat bawaan lain misalnya tidak terdapat tulang tengkorak, sindrom Down, bayi yang lama dilakukan perawatan di ruang NICU, terdapat riwayat keluarga yang mengalami gangguan pendengaran.

“Idealnya pada 1-2 hari setelah lahir dilakukan screening pendengaran dengan alat OAE (otoaccoustic emission) berupa alat pemeriksaan dengan ujung pemeriksaan ditempelkan ke liang telinga bayi yang dapat mengetahui secara dini apakah terdapat gangguan pada organ telinga bagian dalam jika hasil nya positif dikatakan refer sehingga dapat dilanjutkan lagi untuk pemeriksaan di bulan ketiga dan bila masih terdapat kelainan maka akan direncanakan untuk habilitasi pendengaran sebelum bayi berusia 6 bulan bulan pertama. Hal ini penting dilakukan karena dengan penanganan segera terbukti anak dapat berkomunikasi lebih baik dengan sekitarnya, tidak terdapat kesulitan di sekolah, dan dapat bermain bersama anak-anak lain tanpa kendala,” tegas dosen FK tersebut.

Menurutnya kondisi gangguan pendengaran pada anak harus segera ditangani, lantaran jika terlambat akan berakibat pada tumbuh kembang anak.

Selain itu, dokter Rizka juga menuturkan beberapa penyebab lain gangguan pendengaran yang sering dialami oleh orang dewasa dan juga anak-anak yaitu akibat sumbatan serumen atau kotoran telinga. “ Pada kondisi tersebut gangguan pendengaran terjadi secara konduktif yaitu terdapat hambatan pengahantaran bunyi dari liang telinga ke telinga bagian tengah. Kondisi lainnya yang sering terjadi karena ada kebiasaan mengorek telinga yang dapat menyebabkan bengkak pada liang telinga sehingga telinga juga tersumbat dan dapat terasa nyeri juga bisa keluar cairan sehingga pendengaran juga terganggu.” Untuk menghindari hal tersebut Dirinya menghimbau agar tidak mengorek-ngorek telinga dan juga rutin memeriksakan telinga ke dokter setiap 6 bulan sekali untuk dibersihkan.

Gangguan pendengaran juga dapat terjadi pada orang yang sering mendengarkan musik menggunakan earphone karena mengganggu organ dalam dan saraf pendengaran yaitu terjadi ketulian akibat bising karena terpapar bunyi yang keras begitu juga pada pekerja yang sering terpapar dengan suara bising.

Penurunan pendengaran juga dapat terjadi pada lanjut usia, hal ini terjadi karena adanya penurunan fungsi saraf pendengaran. Kondisi ini biasa disebut dengan Presbikusis. Jika kondisinya sudah sangat mengganggu, bisa menggunakan alat bantu dengar.

“Tentunya harus dilakukan pemeriksaan dulu oleh dokter dan pemeriksaan pendengaran sehingga alat bantu dengar yang digunakan nantinya terasa nyaman karena disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing pasien,” tukasnya (Humas Unusa)