Surabaya – Zero waste lifestyle atau gaya hidup tanpa sampah sudah menjadi tren sejak beberapa tahun belakangan. Kesadaran masyarakat akan terus meningkatnya jumlah sampah turut menjadi penyebabnya. Hal ini juga diiringi dengan munculnya gerakan-gerakan yang berdampak pada berkurangnya sampah.
Dosen Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (UNUSA), Agus Wahyudi yang juga pegiat lingkungan mengatakan bahwa fenomena ini masih belum selaras dengan kebiasaaan masyarakat. “Saat ini gaya hidup masyarakat dominan dengan memesan makanan secara online, yang pasti menggunakan bungkus (kemasan),” terangnya.
Hal inilah menjadi salah salah satu kontributor penyumbang sampah. Menurut Agus, budaya makan di tempat lalu selesai juga mulai berkurang. “Bisa juga dengan membawa bekal dari rumah,” imbuhnya.
Jika berbicara mengenai sampah di Indonesia, bukan hanya soal sampah plastik juga sisa makanan saja, namun adapula sampah kain, kulit, logam, kaca dan lainnya. Meskipun begitu, sampah sisa makanan dan sampah plastik menjadi penyumbang jumlah sampah terbesar di Indonesia.
Berdasarkan data dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) timbulan sampah yang dihasilkan sepanjang tahun 2024 sebanyak 18,5 juta ton per tahun dari 193 Kabupaten/ Kota di Indonesia. Sebanyak 7,6 juta ton sampah masih belum bisa terkelola.
Jumlah tersebut bisa terus berkurang jika berbagai pihak turut berkolaborasi untuk mengurangi sampah. Agus juga menuturkan jika sudah sudah banyak pihak yang turut andil dalam membuat inovasi untuk mengolah sampah.
“Seperti beberapa pesantren di Jombang itu sudah bisa memanfaatkan sampah jadi menghasilkan gas,” imbuhnya.
Ada banyak cara yang bisa dilakukan masyarakat untuk membantu mengurangi jumlah sampah. Mulai dari mengurangi menggunakan barang sekali pakai, tidak menyisakan makanan, mendaur ulang sampah menjadi barang yang lebih bernilai. Serta yang cukup penting, untuk membatasi diri agar tidak konsumtif. Dalam gerakan ini yang terpenting adalah komitmen untuk melakukan perubahan dan mengedekusi masyarakat mengenai dampak dari gaya hidup ini terhadap kehidupan di masa mendatang. (Nad/Humas Unusa)