Peluang dan Tantangan Dosen Gen Y dan Mahasiswa Gen Z

Surabaya – Perkembangan teknologi digital telah membawa perubahan signifikan dalam dunia pendidikan, khususnya pada pola belajar dan mengajar. Yauwan Tobing Lukiyono, S.S.T., M.T., Dosen Fakultas Kesehatan, Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) mengungkapkan bahwa sebagai dosen dari generasi Y, ia harus menyesuaikan diri dengan karakteristik mahasiswa generasi Z yang tumbuh di era digital.

“Mahasiswa generasi Z sangat akrab dengan teknologi digital. Mereka terbiasa mendapatkan informasi secara instan melalui internet, media sosial, dan smartphone. Ini mengubah cara pembelajaran yang sebelumnya didominasi oleh tatap muka menjadi lebih fleksibel dengan memanfaatkan teknologi seperti Zoom atau Google Meet,” ujarnya.

Yauwan menambahkan bahwa perbedaan gaya belajar ini bukanlah hambatan, melainkan peluang untuk menciptakan metode pengajaran yang relevan dengan zaman. “Kami, dosen generasi Y, harus memanfaatkan teknologi dalam proses pembelajaran. Misalnya, pengumpulan tugas yang kini tidak lagi menggunakan hard file, tetapi melalui platform digital seperti Google Drive, WhatsApp, atau email,” jelasnya.

Namun, ia juga menyoroti tantangan besar dalam pembelajaran berbasis teknologi digital, terutama terkait disiplin dan etika digital. “Salah satu tantangan terbesar adalah meningkatnya plagiarisme. Banyak mahasiswa yang tidak sadar bahwa mengambil karya orang lain tanpa mencantumkan sumber adalah pelanggaran akademik,” tegas Yauwan.

Selain itu, kelas daring juga menghadirkan kendala seperti kurangnya fokus mahasiswa akibat multitasking dengan media sosial atau kebiasaan menonaktifkan kamera yang membuat dosen sulit memantau perhatian mereka.

“Tidak jarang mahasiswa makan, minum, atau bahkan merokok selama kelas daring. Ini menunjukkan perlunya pendidikan tentang tanggung jawab etis di dunia digital,” tambahnya.

Menurut Yauwan, menjadi dosen generasi Y di tengah mahasiswa generasi Z adalah tantangan sekaligus kesempatan untuk berkembang. “Dengan memahami kebutuhan dan karakteristik generasi Z, kita bisa menjadi dosen yang tidak hanya relevan dengan zaman, tetapi juga mampu membekali mereka dengan keterampilan yang akan mereka butuhkan di masa depan,” ungkapnya.

Ia menutup dengan menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara inovasi metode pembelajaran dan kualitas substansi pendidikan. “Mahasiswa generasi Z mungkin cepat bosan dengan metode tradisional, tetapi kedalaman materi harus tetap menjadi prioritas. Sebagai dosen, tugas kami adalah memastikan kualitas pembelajaran tetap terjaga sambil beradaptasi dengan perkembangan teknologi,” pungkasnya. (***)