Surabaya – Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen, yang direncanakan paling lambat pada 1 Januari 2025, menuai berbagai tanggapan dari masyarakat, ekonom, dan pelaku usaha. Kebijakan ini merupakan bagian dari Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang disahkan pada 2021.
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEBTD) Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa), Mohammad Ghofirin, S.Pd., M.Pd., menjelaskan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk memperbaiki sistem perpajakan dan meningkatkan penerimaan negara.
“Kenaikan PPN menjadi 12 persen ini memunculkan berbagai pro dan kontra di kalangan masyarakat, ekonom, dan pelaku usaha. Tapi, kenaikan PPN menjadi 12 persen diharapkan mampu mendukung pembiayaan pembangunan, terutama di sektor infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan, pasca pandemi COVID-19. ” ujarnya.
Menurutnya, kenaikan tarif PPN masih kompetitif dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya, yang memiliki tarif PPN berkisar antara 7 hingga 20 persen. “Selain itu, dengan adanya pengecualian atau pengurangan PPN untuk kebutuhan pokok tertentu, masyarakat berpenghasilan rendah dapat terlindungi dari dampak langsung kebijakan ini,” tambah Ghofirin.
Namun, ia juga mengakui bahwa kebijakan ini memiliki potensi dampak negatif, seperti peningkatan beban rumah tangga, inflasi, dan tantangan bagi pelaku usaha, khususnya UMKM. “Pemerintah perlu memberikan insentif atau subsidi kepada masyarakat yang rentan serta menjaga stabilitas harga kebutuhan pokok agar dampaknya tidak terlalu berat,” jelasnya.
Untuk menyikapi kebijakan ini, Ghofirin mendorong masyarakat bersikap proaktif. “Pahami alasan kebijakan ini, tingkatkan efisiensi dalam pengelolaan keuangan, dan manfaatkan insentif yang diberikan pemerintah. Dengan cara ini, masyarakat dapat menyesuaikan diri dan tetap mendukung pembangunan nasional,” pungkasnya.
Kebijakan kenaikan PPN ini menuntut langkah strategis pemerintah untuk mengelola penerimaan pajak secara transparan dan akuntabel. Dukungan masyarakat dan dunia usaha juga menjadi kunci keberhasilan implementasi kebijakan ini demi kesejahteraan bersama. (Humas Unusa)